Jumat, 01 Juni 2012

perilaku otganisasi

PERILAKU ORGANISASI
BAB 1
STUDI ORGANISASI
1.1    Pentingnya Mempelajari Ilmu Organisasi
Studi formal mengenai perilaku organisasi dimulai sekitar tahun 1948 hingga 1952. Perilaku organisasi adalah bidang ilmu yang terus berkembang seiring dengan perkembangan masyarakat guna membantu menejer dan masyarakat pada umumnya untuk memahami manusia secara lebih baik hingga dapat dicapai peningkatan produktivitas, kepuasan pelanggan, dan posisi kompetitif yang lebih baik melalui penerapan manajemen yang lebih baik.
Gabungan ilmu perilaku seperti psikologi, sosilogi, dan antropologi telah memberikan wawasan yang cukup berarti bagi pengembangan pemahaman yang lebih baik atas manusia dalam organisasi.meskipun masing-masing disiplin ilmu memberikan sentuhan yang berbeda baik dalam bidang analisis, alat dan media pendekatan tapi tetap dapat dikoordinasikan menjadi gabungan ilmu yang sangat bermanfaat dalam memahami manusia dengan segala perilakunya.
Dengan merekonstruksi kebiasaan dan potensi positif dari manusia dan sebaliknya dengan meredam dan menyingkirkan atau mencegah praktik perilaku negative dari manusia ternyata gabungan ilmu itu dapat memberikan kontribusi yang sangat berarti bagi ilmu manajemen. Definisi perilaku organisasi yang multidisiplin menggambarkan sejumlah hal, yaitu: pertama,
 PO (Perilaku Organisasi) adalah cara berpikir. Perilaku berada pada diri individu, kelompok dan tingkat organisasi. Pendekatan ini mengharuskan kepada kita untuk menetapkan tingkat unit analisisnya saat mempelajari PO, apakah berada ditingkat individu, kelompok ataukah di tingkat organisasi. Kedua, PO adalah multidisiplin yang menggunakan prinsip, model, teori, dan metode-metode dari disiplin lain. PO tidak steril dari pengaruh ilmu lain, justru keberadaan disiplin lain itu akan memperkaya kajian PO. Ketiga, terdapat suatu orientasi kemanusiaan yang jelas dalam perilaku organisasi. Manusia dan perilaku mereka, persepsi, kapasitas pembelajarannya, perasaan dan sasaran-sasaran individualnya merupakan hal penting bagi organisasi. Keempat, PO berorientasi pada kinerja. Kajian bagaimana meningkatkan, memelihara dan meningkatkan kembali kinerja merupakan hal-hal penting ang menjadi pokok bahasan manajemen. Kelima, PO ternyata dipengaruhi secara sidnifikan oleh lingkungan eksternal. Keenam, karena PO sangat tergantung pada disiplin lain, maka metode ilmiah menjadi hal penting dalam mempelajari variable dan keterkaitannya.
PO dikatakan sebagai intrumen ilmiah dalam meningkatkan efektifitas dan kesehatan organisasi karena PO mengandung unsur-unsur :
1.    Terencana
2.    Mencakup seluruh organisasi.
3.    Berdampak jangka panjang.
4.    Melibatkan manajemen puncak.
5.    Menggunakan berbagai bentuk intervensi berdasarkan pendekatan keperilakuan.
Dengan perkataan lain, upaya-upaya PO merupakan pendekatan yang terprogram dan sistematik dalam mewujudkan perubahan. Sasaran utamanya ialah :
1.    Peningkatan efektifitas organisasi sebagai suatu sistem yang terbuka
2.    Mengembangkan potensi yang mungkin masih terpendam dalam diri para anggota organisasi menjadi kemampuan operasional yang nyata.
3.    Intervensi keperilakuan dilaksanakan melalui kerja sama antara manajemen dengan para anggota organisasi untuk menemukan cara-cara yang lebih baik demi tercapainya tujuan individu dalam organisasi dan tujuan organisasi sebagai keseluruhan.
Dengan perkataan lain, cirri-ciri PO yang efektif adalah sebagai berikut :
1.    PO merupakan suatu strategi terencana dalam mewujudkan perubahan organisasional. Perubahan dimaksud harus mempunyai sasaran yang jelas dan didasarkan pada suatu diagnosis yang tepat tentang wilayah permasalahan yang dihadapi oleh organisasi.
2.    PO harus berupaya kolaborasi antara berbagai pihak yang akan terkena dampak perubahan yang akan terjadi. Artinya keterlibatan dan partisipasi para anggota organisasi merupakan suatu keharusan yang mutlak.
3.    Program PO menekankan cara-cara baru yang diperlukan guna meningkatkan kinerja seluruh anggota organisasi dan semua satuan kerja dalam organisasi terlepas dari tipe dan struktur organisasi yang diberlakukan dan digunakan.
4.    PO mengandung nilai-nilai humanistik dalam arti bahwa dalam meningkatkan efektifitas organisasi, pengembangan potensi manusia harus menjadi bagian yang terpenting.
5.    PO menggunakan pendekatan kesisteman yang berarti selalu memperhitungkan pentingya intrrrelasi, interaksi dan interdependensi antara berbagai satuan kerja sebagai bagian integral dari suatu sistem yang utuh.
6.    PO menggunakan pendekatan ilmiah dalam upaya meningkatkan efektivitas organisasi.

1.2    Peran Organisasi dalam Masyarakat
Manusia secara individu, niscaya hidup dalam suatu masyarakat. Manusia akan mempengaruhi dan dipengaruhi oleh segala hal yang terjadi dan berlaku dalam masyarakatnya, baik dalam jumlah banyak maupun dalam jumlah sedikit. Pengaruh itulah yang akan membuat manusia dengan segala keunikannya akan memainkan peran dalam masyarakat.
Organisasi yang telah mapan dengan pengalaman panjang diyakini telah mempunyai budaya organisasi sendiri, yang pada saatnya akan mewarnai juga budaya kerja karyawannya secara individual. Budaya organisasi tentang cara hidup sehat, efektif dan efisien akan mempengaruhi dan mempunyai peran yang penting dalam kehidupan masyarakat di sekitarnya.
Pembentukan budaya organisasi itu dapat dimulai dari pembentukan struktur organisasi. Melalui struktur yang formal, organisasi dapat menata dan memformat anggota organisasinya untuk bergerak, beraktifitas sesuai dengan arah dan tujuan yang diinginkan. Di dalam struktur, setiap anggota organisasi dikelompokan secara formal dalam pembidangan pekerjaan. Formalisasi struktur menjadi bermakna manakala digambarkan dalam bentuk diagram yang biasa disebut bagan organisasi.
Di dalam bagan itu termaksud juga tingkat masing-masing anggota organisasi, atasan, bawahan, dan teman sejawat, kepada siapa laporan dibuat dan dimintakan. Yang tak kalah pentingnyaadalah bagaimana struktur itu dijalankan dalam kehidupan organisasi sehari-hari.
Pandangan dengan sesuatu hal yang berhubungan dengan nilai-nilai seperti baik-buruk, salah-benar, boleh-tak boleh, patut-tak patut, yang dipraktekkan oleh anggota organisasi khususnya anggota organisasi pada tingkat yang tinggi, akan sangat mewarnai budaya organisasi. Yang pada saatnya budaya organisasi itu akan berpengaruh juga kemana masyarakat dimana anggota organisasi itu hidup.
Organisasi juga mencakup kepribadian, atmosfir atau perasaan. Dengan kata lain , budaya organisasi adalah perilaku yang tepat dan ikatan yang memotivasi individu dan cara suatu organisasi memproses informasi, hubungan internal, dan nilai-nilai.
1.3    Perilaku di dalam Organisasi
Perilaku di dalam organisasi berasal dari dua sumber yaitu individu dan kelompok. Baik perilaku individual maupun kelompok menjadi bahasan penting dalam organisasi, apalagi keduanya saling berinteraksi yang suatu saat sudah tidak bisa dibedakan lagi asal usul perilaku yang terdapat dalam suatu organisasi.
Kinerja individual adalah dasar kinerja organisasi. Oleh karenanya pemahaman tentang perilaku individu masing-masing anggota organisasi manjadi titik sentral dalam upaya pencapaian tujuan organisasi. Semakin baik seseorang mengetahui dan memahami perilaku unik dari anggota organisasinya semakin besar kemungkinan orang itu memperoleh sukses menggerakkan organisasi kearah pencapaian tujuan.
Karena kinerja organisasi tergantung dari kinerja individu, manajer harus mempunyai pengetahuan yang lebih banyak tentang berbagai hal tentang kinerja, selain itu manajer harus memiliki kinerja yang baik secara individual agar upaya untuk mempengaruhi kinerja organisasi yang dipimpinnya menjadi efektif. Manajer tidak bisa mengabaikan perlunya memperoleh dan bertindak atas dasar pengetahuan atas cirri-ciri individu baik sebagai bawahan maupun sebagai atasan.
Pada umumnya dalam melakukan perubahan ada delapan tahap kegiatan,yaitu;
a.    Menumbuhkankesadaran  bahwa suatu bentuk perubahan perlu dilakukan.
b.    Masuk dalam organisasi untuk melakukan intervensi tertentu.
c.    Menumbuhkan hubungan fungsional dengan kliennya.
d.    Melakukan intervensi dalam bentuk pengumpulan data.
e.    Diagnosis masala-masalah spesifik.
f.    Intervensi dengan menggunakan teknik-teknik PO.
g.    Memantau,melakukan evaluasi dan memantapkan perubahan.
h.    Mengakhirihubungannya selaku knsulitan dengankliennya.
Kesadaran Tentang Perlunya Perubahan
Bentuk kesadaran itu dapat berupa persepsi bahwa organisasi berada pada kondisi ketidaksinambungan atau memerlukan perbaikan.Ketidaksinambungan dimaksud dapat merupakan akibat berbagai faktor,seperti:
a.    Pertumbuhan pesat yang dialami oleh organisasi.
b.    Kemunduran dalam berbagai kegiatan organisasi.
c.    Perubahan dalam bentuk,jenisdan itensitas persaingan.
d.    Perubahan karena perkembangan dan penerapan teknologi baru.
e.    Perubahan dalam peraturan perundang-undangan dan kebijaksanaan pemerintah.
f.    Perubahan sosial dimasyarakat luas.
g.    Perubahan politik Negara di mana organisasi bergerak.
Motivasi dan kemampuan berinteraksi menentukan kinerja. Teori motivasi menjelaskan dan memprediksi bagaimana perilaku individu dibangkitkan, dipertahankan, dan dihentikan. Imbalan jasa dan penghargaan juga merupakan salah satu factor penting yang mempengaruhi keberhasilan pencapaian kinerja organisasi yang bagus. Organisasi pada umumnya dapat menggunakan balas jasa untuk meningkatkan kinerja, untuk merekrut karyawan terampil. Imbal jasa bisa berupa financial dan juga yang bukan.
Imbalan jasa berupa financial seperti gaji, upah, komisi, bonus, tantiem, gratifikasi dan tunjangan. Sementara itu, penghargaan, pemberian pujian yang tulus, perhatian yang sewajarnya, sikap membantu dan saling pengertian biasanya dipraktikkan oleh manajer untuk memberikan imbal jasa non financial. Kombinasi financial dan non financial tersebut menjadi penting, demikian pula takaran yang pas dan sesuai dengan situasi dan kondisi spesifik karyawan sangat menentukan keefektifan imbalan jasa. Semakin berpengalaman seorang manajer, semakin tepat dalam meramu komposisi segi financial dan segi non financial dalam memacu kinerja organisasi melalui kinerja individu.
Perilaku kelompok dan pengaruh antar pribadi juga memberikan kekuatan atas kinerja organisasi. Kelompok terbentuk karena tindakan sengaja dan tidak sengaja oleh manajemen dan juga oleh individu. Kelompok formal adalah kelompok yang dibentuk secara tak sengaja oleh manajemen untuk mendukung terjadinya suatu tugas. Kelompok informal juga bisa terbentuk atas inisiatif individual karena kesamaan minat, hobi, dan berdasar persahabatan.
Kelompok informal mempunyai pengaruh yang unik, tak terlihat tapi terasa. Umumnya kelompok informal tak berbentuk oleh karenanya sering tak terlihat, namun pengaruh atas kelompok informal bisa dirasakan. Dalam hubungan dengan kebutuhan berafiliasi, keberadaan kelompok informal ini diperlukan. Bahkan kalau perlu manajemen memberikan fasilitas untuk tumbuh dan berkembangnya kelompok informal ini, dan selanjutnya dapat diarahkan untuk mendukung tercapainya tujuan organisasi.
Karena kelompok berfungsi dan berinteraksi dengan kelompok lain, masing-masing mengembangkan satu set karakter yang unik termaksud struktur, keterpaduan, peran, nilai, norma, etika, dan proses, maka sering menjadi pemicu konflik.
Sebagian konflik dapat bermafaat bagi organisasi. Konflik yang dapat dikelola oleh manajemen menjadi batu loncatan bagi organisasi untuk melangkah kejenjang yang lebih tinggi.



BAB 2
STRUKTUR ORGANISASI
Pengorganisasian bukan hanya masalah penetapan struktur organisasi kemudian mengisi setiap kotak struktur dengan job description dan kemudian mencari orang yang sesuai dengan job descriptionnya (staffing). Tetapi lebih dari itu pengorganisasian adalah sebuah proses manajerial yang berkelanjutan. Peninjauan kembali struktur organisasi, job description, dan staffingnya juga merupakan rangkaian kegiatan pengorganisasian.
Pengorganisasian meliputi juga pengertian tentang pengelompokan jenis-jenis pekerjaan yang sama kedalam satu koordinasi pekerjaan yang sama. Pada setiap kelompok pekerjaan yang sama dibuat simpul pekerjaan dengan satu fungsi pekerjaan yang sama dan kemudian melatakkan satu orang anggota organisasi untuk melaksanakan tugas pekerjaan itu. Setiap simpul pekerjaan itu agar efektif diberi wewenang sekaligus tanggung jawab. Agar terjadi sinkronisasi antar beberapa simpul pekerjaan diperlukan koordinasi dan media komunikasi agar tidak terjadi benturan kepentingan yang mengarah kepada “egoism sektoral”.
Pengorganisasian juga melingkupi kegiatan pembagian pekerjaan di antara anggota organisasi sehingga pekerjaan dalam organisasi menjadi merata tidak ada anggota organisasi yang terlalu banyak pekerjaan ataupun sebaliknya.
2.1 Pengertian Struktur Organisasi
Struktur organisasi menetapkan cara bagaimana tugas dan pekerjaan dibagi, dikelompokkan dan dikoordinir secara formal. Terdapat enam unsure kunci yang terdiri dari elemen-elemen spesialisasi pekerjaan, departementalisasi, rantai komando, rentang kendali, sentralisasi dan desentralisasi serta formalisasi.
Struktur organisasi dapat didefinisikan sebagai suatu system atau jaringan kerja terhadap tugas-tugas, system pelaporan dan komunikasi yang menghubungkan secara bersama pekerjaan individual dengan kelompok.
2.2 Enam Unsur Kunci yang Menetapkan Struktur Organisasi
Ada 6 unsur kunci dalam membuat keputusan dalam pengorganisasian, termaksud dalm kegiatan membentuk organisasi baru, memperbaiki organisasi yang sudah ada, atau mengganti system yang sudah ada. Enam unsur kunci tersebut adalah:
1.    Pembagian kerja, adalah membagi seluruh beban pekerjaan menjadi banyak tugas yang secara wajar dan nyaman dapat dilaksanakan oleh individu dan kelompok dengan penuh rasa tanggung jawab.
2.    Menggabungkan beberapa tugas secara logis sehingga diperoleh keberhasilan pencapaian tugas efektif dan efisien. Pengelompokkan kegiatan-kegiatan kerja suatu organisasi agar kegiatan-kegiatan sejenis dan saling berhubungan dapat dikerjakan bersama disebut Departementalisasi.
3.    Menetapkan siapa yang membuat laporan dan kepada siapa laporan disampaikan. Hubungan didalam organisasi semacam itu sering disebut hierarki organisasi. Penentuan siapa atasan dan siapa bawahan diperlukan untuk meminta pertanggung jawaban.
4.    Koordinasi, adalah mekanisme yang menyatukan kegiatan departemen menjadi satu kesatuan dan memantau efektivitas integrasi tersebut. Koordinasi diperlukan untuk menghilangkan rasa menang atau rasa benar sendiri dalam satu departemen. Demikian juga berguna untuk menyelaraskan pencapaian tugas lintas departemen.
a.    Spesialisasi Kerja
Suatu tingkat dimana tugas dan organisasi dibagi-bagi menjadi pekerjaan-pekerjaan yang terpisah. Hakikat spesialisasi kerja adalah pekerjaan dapat dikerjakan oleh lebih dari satu individu seluruh pekerjaan dipecah-pecah menjadi sejumlah langkah dengan tiap langkah diselasaikan oleh seorang individu berlainan jadi individu-individu berspesialisasi dalam mengerjakan bagian dari suatu kegiatan, bukan mengerkajan seluruh kegiatan, spesialisasi kerja disebut juga dengan pembagian tenaga kerja.
Pembuktian spesialisasi kerja merupakan kegiatan yang bermafaat (disekonomi spesialisasi).
1)    Henry Ford menjadi kaya, karena kerja dapat dilakukan dengan efisien jika karyawan diperbolehkan berspesialisasi.
2)    Pada akhir 1940-an, kebanyakan pekerja manufaktur dalam Negara-negara industry dijalankan dengan spesialisasi kerja yang tinggi.
3)    Selama lebih dari paruh pertama abad 20, para manajer memandang spesialisasi kerja sebagai suatu sumber yang tidak habis-habisnya dari produktivitas yang meningkat.
4)    Menjelang dasawarsa 1960-an, telah dicapai titik dalam beberapa pekerjaan dimana disekonomi manusia yang terjadi dalam spesialisasi yang muncul dalam bentuk kebosanan, kelalahan, stress dan lainnya.
b.    Departementalisasi
Dasar yang dipakai untuk mengelompokkan bersama, sejumlah pekerjaan.
Pengelompokkan pekerjaan dapat dilakukan
1)    Menurut fungsi yang dijalankan
2)    Menurut tipe produk yang dihasilkan organisasi
3)    Atas dasar geografik atau teritori
4)    Tipe tertentu dan pelanggan
c.    Rantai Komando
Garis tidak putus dari wewenang yang terentang dari puncak organisasi ke eselon terbawah dan memperjelas siapa melapor siapa.
1)    Wewenang
Hak-hak yang inheren dalam posisi manajerial untuk member perintah dan mengharapkan perintah itu dipatuhi.
2)    Kesatuan Komando
Seorang bawahan seharusnya mempunyai satu atasan kepada siapa ia bertanggung jawab langsung.
Kondisi sekarang:
Konsep rantai komando, wewenang dan kesatuan komando.
a)    Telah sangat kurang relevan dewasa ini karena kemampuan teknologi computer dan kecenderungan kea rah pemberdayaan karyawan.
b)    Teknologi computer makin memungkinkan para karyawan dimana saja dalam suatu organisasi untuk berkomunikasi dengan siapa saja tanpa melawati saluran-saluran normal.
c)    Konsep wewenang dan mempertahankan rantai komando makin kurang relevan karena karyawan yang beroperasi makin diperdayakan untuk mengambil keputusan yang sebelumnya dicadangkan untuk manajemen saja.
d)    Banyak organisasi masih merasa paling produktif dengan memaksakan rantai komando. Walaupun tampaknya organisasi macam ini makin berkurang.
Pendelegasian wewenang
Tahap-tahap
1.    Memperjelas tugas (menentukan, mengudentifikasi, mempunyai waktu dan motivasi)
2.    Spesifikasikan jarak pendelagasian kebijaksanaan
3.    Mengizinkan berpartisipasi pendelegasian
-    Apa yang didelagasikan
-    Berapa banyak wewenang diperlukan untuk mencapai tugas dilakukan
-    Meningkatkan motivasi kepuasan dan tanggung jawab untuk kinerja
4.    Perlunya informasi
5.    Menentukan timbale balik control


d.    Rentang Kendali Manajemen
Jumlah bawahan yang dapat di atur manajemen secara efektif dan efisien. Rentang kendali sangat penting karena sangat menentukan banyaknya tingkatan dan manajer yang harus dimiliki oleh suatu organisasi.





    Gambar 2.1 Rentang Kendali Manajemen
Dalam gambar 2.1 terlihat bahwa satu orang supervisor masing-masing mengendalikan ( mempunyai span of control ) sebanyak 6 orang. Dan masing-masing manajer mengendalikan 4 orang supervisor. Agar sukses dalam mencapai tujuan organisasi maka ke-4 supervisor itu haruslah melakukan koordinasi yang baik.
Hubungan antara koordinasi dengan rentang manajemen sangat erat. Semakin panjang rentang manajemen ( artinya semakin banyak jumlah bawahan yang dikendalikan ) semakin sulit melakukan koordinasi secara efektif. Karena banyak bawahan yang bertanggung jawab kepada satu manajer akan menjadi berat karena harus mengendalikan begitu banyak bawahan. Tapi justru kondisi ini akan menguntungkan kegiatan koordinasi ditingkat manajer, karena jumlah manjernya tidak banyak maka koordinasinya menjadi lebih gampang sehingga pencapaian tujuan organisasi menjadi lebih efektif. Mana yang benar tergantung situasi dan kondisi dan gaya kepemimpinan manajemen.
            Kekuatan utama dari birokrasi terletak dalam kemampuannya menjalankan kegiatan terbakukan secara sangat efisien. Dalam model birokrasi tidak diperlukan pengalaman dan kreativitas dari pengambil keputusan.

2.3 model Desain Organisasi
a. konvensional
         suatu struktur organisasi yang bercirikan tingkat departementalisasi sedrhana, rentang kendali yang luas, wewenang yang dipusatkan dalam tangan satu orang dan tingkat formalisasi rendah.
b. Birokrasi
    Suatu struktur dengan tugas-tugas operasi yang sangat rutin yang dicapai lewat spesialisasi, aturan dan pengaturan yang sangat formal, tugas-tugas yang dikelompokkan kedalam departemen-departemen fungsional, wewenang terpusat rentang kendali yang sempit, dan pengambilan keputusan yang mana mengikuti, rantai komando.
c. Matriks
            suatu struktur yang menciptakan lini rangkap wewenang, menggabungkan departementalisasi fungsional dan produk.
2. 4 Pilihan Desain Baru
a. Struktur Tim
            Karakteristik primer dari struktur tim adalah bahwa struktur itu memecah-mecah penghalang departemental dan mendesentralisasi pengambil keputusan sampai tingkat tim disamping itu struktur tim juga menuntut para karyawan untuk menjadi generalis dan spesialis.
b. Organisasi Virtual
    Organisasi virtual sifatnya menciptakan jaringan-jaringan hubungan yang memungkinkan mereka untuk mengontrak produksi, distribusi, pemasaran atau setiap fungsi bisnis lain dimana manajemen merasa orang lain dapat melakukan dengan lebih baik atau lebih murah.
c. Organisasi tanpa Tapal Batas
    Suatu organisasi yang mengusahakan penghapusan rantai komando sehingga memungkinkan mempunyai rentang kendali yang tidak terbatas dan menggantikan departemen dengan tim-tim yang diberdayakan.
2. 5 Mengapa Struktur-struktur itu Berbeda
    Perbedaan desain struktur organisasi itu disebabkan oleh berbagai kendala yang terdapat dalam organisasi.
2. 6 Peran Struktur Organisasi dalam Pengambilan Keputusan
    Faktor-faktor yang menentukan desain structural adalah strategi, ukuran, teknologi dan lingkungan.
Strategic-Decision-Making, yang merupakan proses pengambilan keputusan strategi suatu perusahaan sebagai usaha agar perusahaan sesuai dan mampu beradaptasi dengan lingkungan eksternal.
Teori Pengambilan Keputusan
1)    Model rasional
2)    Model Organisasional
3)    Model politik dan power
4)    Model garbage can
Model Rasional
    Dalam model paling basic dalam pengambilan keputusan model rasional, dimana dalam perspektif ini diasumsikan bahwa setiap individu memiliki kesamaan perilaku terhadap tujuan yang ingin dicapai.
Model Organisasional
Model ini merupakan pengembangan dari model rasional dimana dalam pengambilan keputusan, kognitif dari factor  pengambilan keputusan adalah terbatas dan aspek-aspek organisasilah yang akan menutupi keterbatasan kognitif dan membentuk kognitif actor pengambil keputusan.

Model Politik dan Kekuasaan
    Inti dari perspektif ini adalah proses dimana konflik muncul dari actor yang saling mengamankan dan memperjuangkan preferensinya, keputusan akan mengikuti keinginan dan pilihan dari actor yang paling berpengaruh/berkuasa.
Model “Garbage Can”
    Organisasi dalam model ini adalah yang didefinisikan sebagai organized anarchies dan organisasi dicirikan dengan;
(1)    Ketidak konsistenan dan sulitnya mendefinisikan preferensi dari actor pengambil keputusan,
(2)    Organisasi ini tidak memiliki teknologi yang jelas, masing-masing anggota organisasi mendapatkan knowledge melalui proses pembelajaran trial and error,
(3)    Organisasi ini dicirikan oleh bentuk partisipasi yang bebas.












BAB 3
BUDAYA ORGANISASI
Beberapa karakteristik pembentuk budaya organisasi:
1.    inovasi dan pengambilan resiko
2.    perhatian kerincian
3.    orientasi hasil
4.    orientasi orang
5.    orientasi tim
6.    keagresifan
7.    kemantapan
3. 1 Pelembagaan adalah Awal Pembentukan Budaya
    Budaya organisasi yang baik adalah kebiasaan yang memungkinkan setiap anggota organisasi mampu menjadi manusia yang produktif, kreatif, bekerja dengan antusias sesuai dengan peminatan, dan mampu mengubah produk usang menjadi produk yang mempunyai nilai tambah tinggi dengan inovasi yang unik.
    Eksekutif yang bukan pendiri bisa melengkapi dengan kebiasaan yang bersifat manajerial. Kalau pendiri lebih menekankan pada bagaimana mencipta, berinovasi, menjawab tantangan, membuat ada dari tidak ada, mana eksekutif penerus haruslah melengkapi dengan hal-hal yang memungkinkan organisasi tetap berdiri, berkembang dan bertumbuh.
3. 2 Karakteristik Umum Pembentuk Budaya Organisasi
1) Seorang pendiri mempunyai ide untuk mendirikan organisasi baru,
2) Pendiri menerima orang-orang kunci dan menciptakan kelompok inti yang memiliki kesamaan visi,
3) Kelompok ini bergerak merealisasikan ide dan melengkapi segala sesuatu sehingga organisasi bisa berjalan dengan baik.
4) Pendiri dan kelompok inti secara bersama membangun dan membesarkan organisasi dengan kebiasaan positif dan produktif,
5) Pembiasaan positif berjalan terus sehingga menjadi sesuatu yang inheren dengan gerak dan tingkah laku seluruh organisasi.
    Usaha-usaha sosialisasi dilakukan dengan cara-cara:
-    seleksi karyawan baru. Tujuannya adalah mengidentifikasi dan memperkerjakan individu-individu yang mempunyai pengetahuan, keterampilan dan kemampuan.
-    Tindakan manajemen puncak juga mempunyai dampak besar pada budaya organisasi. Dengan kerendahan hati pendiri dan eksekutif, maka keterbukaan dan penerimaan terhadap budaya organisasi oleh karyawan baru akan menjadi lebih mudah.
-    Penempatan kerja yang didahului dengan pelatihan mendalam.
-    Penguasaan kerja akan didapatkan setelah memasuki masa kerja yang cukup.




Gambar 3. 1 Siklus Pemeliharaan Budaya Organisasi
-    Mengukur dan memberi penghargaan.
-    Ketaatan pada nilai-nilai yang penting.
-    Hikmah terhadap sejarah organisasi.
-    Model peran dawam (konsisten) sangat diperlukan untuk proses sirkuler berikutnya.





3. 3 Budaya Organisasi yang Dominan
a. Budaya Kuat Melawan Budaya Lemah
Suatu budaya kuat akan mempunyai pengaruh yang besar pada perilaku anggota-anggotanya karena tingginya tingkat kebersamaan dan intensitas menciptakan suatu iklim internal dari kendali perilaku yang tinggi.
b. Budaya Vs Formalisasi
Suatu budaya yang kuat mencapai tujuan akhir yang sama tanpa perlu dokumentasi tertulis. Makin kuat budaya organisasi makin kurang manajemen itu perlu perhatian pengembangan aturan dan pengaturan formal untuk memandu perilaku karyawan.
c. Budaya Organisasi Lawan Budaya Nasional
Budaya nasional harus diperhitungkan jika mau membuat ramalan yang tepat mengenai perilaku organisasi dalam Negara-negara yang berlainan.
3. 4 Efek Fungsional Budaya
a. Fungsi Budaya
1. Budaya mempunyai peran menetapkan tapal batas; budaya menciptakan pembedaan yang jelas antara satu organisasi dan yang lain.
2. Budaya membawa ssuatu rasa identitas bagi anggota-anggota organisasi.
3. Budaya mempermudah timbulnya komitmen pada suatu yang lebih luas dari pada kepentingan pribadi.
4. Budaya meningkatkan kemantapan system social.
Akhirnya, budaya berfungsi sebagai mekanisme pembuat makna dan kendali yang memandu dan membentuk sikap serta perilaku para karyawan.


b. Budaya Sebagai Suatu Kewajiban
i. Hambatan Terhadap Perubahan
Budaya merupakan suatu beban bilamana nilai-nilai bersama tidak cocok dengan nilai yang akan meningkatkan keefektifan organisasi itu. Manajer harus menerapkan perencanaan, pengorganisasian, pengarahan dan pengendalian yang konsisten dengan kepercayaan dan nilai-nilai dari kultur yang diinginkan.
ii. Hambatan Terhadap Keanekaragaman
Efek dalam penyerapan, komunikasi, konflik, dan moral yang berbeda merupakan unsur afeksi yang perlu dibentuk menjadi suatu penyatuan persepsi agar dapat mengantisipasi perbedaan-perbedaan dari segi ras, etnik dan kebangsaan.
iii. Hambatan Terhadap Merger dan Akuisisi
Secara historis factor-faktor utama yang diperhatikan manajemen dalam mengambil keputusan merger atau akuisisi dikaitkan dengan keuntungan financial atau sinergi produk.
3. 5 Mencocokkan Karyawan dengan Budaya Organisasi
Proses penciptaan budaya terjadi dalam 3 cara. Pertama, para pendirinya memperkerjakan dan menjaga karyawan yang berfikir dan merasakan cara yang mereka tempuh. Kedua, mereka mengindoktrinasikan dan mensosialisasikan para karyawan dengan cara berfikir dan merasa. Dan akhirnya perilaku pendiri sendiri bertindak sebagai satu model peran yang mendorong karyawan untuk mengidentifikasikan diri dengan mereka dan oleh karenanya menginternalisasikan keyakinan, nilai dan asumsi-asumsi mereka. Bila organisasi berhasil, visi pendiri menjadi terlihat sebagai suatu penentu utama keberhasilan. Pada titik ini, keseluruhan kepribadian pendiri menjadi tertanam dalam budaya organisasi.



BAB 4
PERILAKU INDIVIDUAL DALAM ORGANISASI
4.    1 Karakteristik Biologis
1.    Usia
2.    Jenis kelamin
3.    Status perkawinan
4.    Masa kerja
5.    Pengetahuan
6.    Kemampuan intelektual
7.    Kemampuan fisik
8.    Kesesuaian kemampuan dan pekerjaan
PEMBELAJARAN
Definisi tentang Pembelajaran
Belajar adalah setiap perubahan yang relative permanen dari perilaku yang terjadi sebagai hasil pengalaman. Pembelajaran yaitu; pertama, belajar melibatkan adanya perubahan (bisa baik, bisa juga tidak baik bagi organisasi). Kedua, perubahan yang terjadi relative permanen (yang bersifat sementara berarti gagal). Ketiga, belajar itu berhubungan dengan perubahan perilaku (proses belajar terjadi apabila ada perubahan perilaku, selain pikiran dan sikap).
Teori Pembelajaran
-    Pengkondisian klasik (classical conditioning)
-    Pengkondisian operant (operant conditioning)
-    Pembelajaran social (social learning)
PENGKONDISIAN KLASIK
Pengkondisian klasik bersifat pasif. Suatu terjadi dan kita bereaksi dengan cara yang khusus. Hal itu dihasilkan sebagai respon terhadap peristiwa yang khusus dan dapat dikenali. Kebanyakan perilaku terutama perilaku rumit dari individu-individu dalam organisasi dipancarkan bukannya diperoleh. Itu bersifat sukarela bukannya reflex.
PENGKONDISIAN OPERAN
Pengkondisian operan berargumen bahwa perilaku merupakan suatu fungsi dari konsekuensi-konsekuensi. Perilaku diasumsikan dari luar yaitu, dipelajari buakannya dari dalam refleksif atau tak dipelajari.
PEMBELAJARAN SOSIAL
Individu-individu juga dapat belajar dengan mengamati apa yang terjadi pada orang lain dan hanya dengan diberi tahu mengenai sesuatu, maupun dengan mengalami secara langsung. Proses untuk menentukan pengaruh suatu model pada seorang individual:
1.    Proses perhatian (attensional process)
2.    Proses penahanan (retention process)
3.    Proses reproduksi motor (motor reproduction process)
4.    Proses penguatan (reinforcement process)
PEMBENTUKAN: SUATU ALAT MANAJERIAL
Membentuk perilaku dengan memperkuat secara sistematis tiap langkah yang berturutan yang menggerakkan individu itu lebih dekat kerespon yang diinginkan.
METODE-METODE PEMBENTUKAN PERILAKU
Cara untuk membentuk perilaku; lewat penguatan positif, penguatan negative, hukuman dan pemunahan.
JADWAL PENGUATAN
Dua tipe utama jadwal penguatan adalah berkesinambungan (kontinu) dan terputus-putus (inter-mitten). Bukti menunjukkan bahwa bentuk terputus-putus atau tervariasi dari penguatan itu cenderung lebih meningkatkan daya tahan untuk punah dari pada bentuk berkesinambungan. Suatu penguatan terputus-putus merupan tipe rasio atau tipe interval.
JADWAL PENGUATAN DAN PERILAKU
Pada umumnya jadwal variable cenderung menghantar ke kinerja yang lebih tinggi dari pada jadwal pasti. Tetapi jadwal semacam itu tidak dengan jelas mengaitkan konerja dengan ganjaran.
MODIFIKASI PERILAKU
Segala sesuatu yang dilakukan karyawan dalm jabatannya tidak sama pentingnya dari segi hasil kinerja. Oleh kerena itu langkah pertama dalam OB Mood adalah mengidentifikasi perilaku-perilaku penting yang membawa dampak berarti terhadap kinerja jabatan karyawan. Kedua, menuntut manajer untuk mengembangkan beberapa data kinerja baseline. Ketiga, melaksanakan analisis fungsional untuk mengidentifikasi kontingensi perilaku atau petunjuk yang mendahului yang memancarkan perilaku dan konsekuensi yang saat ini mempertahankannya.
MENGGUNAKAN LOTERE UNTUK MENGURANGI KEMANGKIRAN
Manajemen dapat merancang program-program untuk mengurangi kemangkiran dengan memanfaatkan teori belajar. Konsisten dengan riset mengenai jadwal penguatan, lotere ini menghasilkan tingkat kemangkiran yang lebih rendah.
TUNJANGAN SEHAT LAWAN TUNJANGAN SAKIT
Kebanyakan organisasi memberikan karyawan tetap mereka cuti sakit dengan upah sebagai bagian dari program tunjangan karyawan. Tetapi ironisnya, organisasi-organisasi dengan cuti sakit mengalami tingkat kemangkiran hamper dua kali lebih besar dibandingkan organisasi tanpa semacam itu.
DISIPLIN KARYAWAN
Disiplin justru mendapat tempat dalam organisasi. Dalam praktik, disiplin cenderung menjadi popular karena kemampuannya untuk memberikan hasil yang cepat dalam jangka pendek.
MENGEMBANGKAN PROGRAM PELATIHAN
Teori ini mangatakan bahwa pelatihan hendaknya menawarkan suatu model untuk merebut perhatian yang dilatih: memberikan sifat-sifat motivasional, membantu yang dilatih agar membekas apa yang telah dipelajari untuk digunakan kelak, memberikan kesempatan untuk mempraktikkan perilaku baru, menawarkan ganjaran positif untuk prestasi.
MENCIPTAKAN PROGRAM MENTOR
Mentor ini melindungi anak didik (protégé) dan memberikan nasihat dan panduan mengenai bagaimana bertahan hidup dan maju terus dalam organisasi itu. Pementoran tidaklah terbatas pada peringkat manajerial, program magang serikat buruh.
SWA-MANAJEMEN
Swa-manajemen menuntut seorang individu untuk dengan sengaja memanipulasi rangsangan-rangsangan, proses-proses internal, dan respon-respon untuk mencapai hasil perilaku pribadi. Proses dasarnya melibatkan pengamatan akan perilaku sendiri, membandingkan perilaku itu dengan standar, dan member ganjaran jika perilaku itu memenuhi standar.


BAB 5
MOTIVASI
5.1 Pengertian Motivasi
Motivasi adalah kesediaan untuk mengeluarkan tungkat upayan yang tinggi untuk tujuan organisasi yang dikondisikan oleh kemampuan upaya itu dalam memenuhi beberapa kemampuan individual (Robbins, 2003, 208).
Stoner (1996: 134) mengatakan bahwa terdapat 4 asumsi dasar motivasi:
1.    Motivasi adalah hal-hal yang baik,
2.    Motivasi adalah satu dari beberapa factor yang menentukan prestasi kerja seseorang,
3.    Motivasi bisa habis dan perlu ditambah suatu waktu,
4.    Motivasi adalah alat yang dapat dipakai manajemen untuk mengatur hubungan pekerjaan dalam organisasi.



Gambar 5. 1 Motivasi dalam Rentang Tingkah Laku



5.2    Teori Motivasi
a)    Teori Jenjang Kebutuhan Maslow
Maslow (1970, dalam Robbins hal. 208-210) menghipotesiskkan bahwa dalam diri manusia terdapat lima kebutuhan yang berjenjang. Mulai dari kebutuhan tingkat dasar yang berupa fisiologis yang bersifat pemuasan ragawi tentang makan, minim dan seks, kebutuhan akan keamanan dan rasa aman, kebutuhan akan social, kebutuhan akan penghargaan, sampai pada kebutuhan tertinggi yang dimiliki manusia yaitu kebutuhan akan aktualisasi diri.
b)    Teori X dan Y
Douglas McGregor (1960, 1967, dalam Robbins, hal. 210-214) mencirikan dua tipe manusia yang mutlak berbeda, yaitu tipe pemalas yang ditandai dengan teori X dan tipe pekerja yang ditandai dengan teori Y.
c)    Teori Dua Faktor Herzberg
Teori Herzberg (1959, 1966, 1968 dalam Robbins, hal. 212) ini juga sering disebut teori motivasi-higiene. Kebutuhan motivator berkaitan dengan kesempatan untuk maju, promosi jabatan, pengakuan, tanggung jawab, dan pekerjaan itu sendiri yang mempengaruhi kepuasan kerja.
Gaji bukanlah factor pemotivator, melainkan factor pemelihara. Hati-hati menggunakan gaji sebagai motivator.
d)    Teori existence, Relatedness, dan Growth (ERG) Aldelfer
Clayton P. Aldelfer (1972, dalam Gibson dkk., 1996 hal. 193-197) merevisi jenjang kebutuhan Maslow dengan melakukan riset empiris. Jenjang kebutuhan Maslow hanya memiliki 3 kebutuhan inti manusia yaitu kebutuhan existence yang mencakup kebutuhan fisik dan keamanan Maslow, relatedness yang menunjukkan kebutuhan untuk memelihara hubungan antar pribadi yang relative sama dengan kebutuhan  social Maslow, serta growth yang mencirikan kebutuhan manusia untuk berkembang yang relative sama dengan jenjang kebutuhan manusia untuk berkembang , untuk berprestasi, mendapat penghargaan dan aktualisasi diri.
e)    Teori 3 Kebutuhan McCleland
McClelland (1969, dalam Gibson dkk., hal. 200-207) mengemukakan teori yang berfokus pada 3 kebutuhan manusia, yaotu kebutuhan untuk berprestasi (need for achievement), kebutuhan akan kekuasaan (need for power), dan kebutuhan akan afiliasi (need for affiliation).
f)    Teori Goal-Setting Locke
Edwin A. Locke (1969, 1980 dalam Robbins hal. 221-224) mengatakan bahwa tujuan sulit bila diterima dengan baik akan menghasilkan kinerja yang lebih tinggi, dan bahwa umpan balik akan mengantarkan pada capaian kinerja yang lebih tinggi.
g)    Teori Keadilan Adams
J. Stacey Adams (1963 dalam Robbins hal. 225-229) mengatakan bahwa karyawan akan membandingkan diri mereka dengan kawannya, tetangganya, rekan sekerjanya, rekan dalam organisasi lain, atau pekerja masa lalu.
h)     Teori Harapan Vroom
Victor H. Vroom (1973 dalam Robbins hal. 229-233) mengatakan bahwa seorang karyawan dimotivasi untuk berusaha keras bila ia meyakini akan dinilai baik, dan penilaian itu mengantarkannya pada imbalan organisasional seperti bonus, kenaikan gaji, promosi, atau lain-lain imbalan yang dapat memuaskan tujuan pribadinya.





Gambar 5.3 Teori Harapan Vroom

5.3    Super Motivation
Apabila semua teknik dan teori motivasi telah digunakan untuk memotivasi karyawan dan ternyata tidak menghasilkan kepuasan dan kinerja yang lebih baik, maka pada saat itu diperlukan Supermotivation. Secara singkat Supermotivation didefinisikan sebagai self-sustaining, organization-wide, high motivation. (Spitzer, 1995, 4).
Supermotivation adalah motivasi yang tinggi. Terdapat dua komponen besar sebagai pembentuk kinerja manusia yaitu ability dan motivation.


BAB 6
EVALUASI KINERJA DAN KOMPENSASI
6.1 Tujuan Evaluasi Kinerja
Evaluasi kinerja (Performance Appraisal) sangat diperlukan sebagai feed back dari serangkaian kegiatan dalam organisasi.
1.    Penyesuaian organisasi
2.    Keputusan-keputusan penempatan
3.    Kebutuhan latihan dan pengembangan
4.    Perencanaan dan pengembangan karir
5.    Mengetahui kesalahan-kesalahn tentang: penyimpangan proses staffing, ketidakakuratan informasi, kesalahan desain pekerjaan, kesempatan kerja yang kurang adil, dan lain-lain tantangan eksternal.
Evaluasi kinerja (Performance Appraisal) haruslah dilakukan secara periodic dan formal. Beberapa bias penilai paling umum adalah:
1.    Kecenderungan nilai tengah, banyak penilai menghindari memilih nilai ekstrim.
2.    Bias terlalu lunak dan terlalu keras, leniency bias disebabkan karena penilai cenderung terlalu murah dalam member nilai, sedang strickness bias sebaliknya penilai cenderung terlalu mahal dalam member nilai.
3.    Prasangka pribadi; nilai-nilai pribadi tentang jenis kelamin, agama, kesukuan, almamaterisme, kesamaan kelompok, dan status social.
4.    Halo efek; biasanya terjadi manakala penilai harus menilai teman sendiri, atau pada anak buahnya yang terkasih atau yang terbenci.
5.    Kesan terakhir; kalau recency effect (kesan terbaru) tidak bisa dilepaskan, maka yang terjadi adalh penilai akan menganggap kesan terakhir dalam arti prestasi terakhir sebelum penilaian terjadi itulah yang menggambarkan prestasi karyawan.
Evaluasi kinerja dapat dilakukan dengan 3 pendekatan; 1. Pendekatan sifat, 2. Pendekatan hasil, 3. Pendekatan Manajemen Kinerja Strategik.

PENDEKATAN SIFAT
Evaluasi kinerja dengan pendekatan sifat bertujuan untuk memusatkan perhatian pada seberapa jauh individu memiliki karakter atau sifat tertentu yang dapat diandalkan untuk dapat mendukung keberhasilan organisasi. Karakter atau sifat yang dimaksud yaitu; inisiatif, kepemimpinan, dan daya saing.
Kelebihan dari pendekatan ini yaitu:
1)    Lebih mudah diukur dan cenderung factual sesuai dengan kenyataan.
2)    Lebih mudah untuk mengembangkan dan mengenaralisir variasi karakter. Teknik-teknik yang dapat memperbaiki prestasi karyawan dimasa mendatang:
-    Rating scale
-    Checklist
-    Tes dan observasi prestasi kerja
-    Metode evaluasi kelompok
-    Metode peristiwa kritis
-    Field review method
METODE PENILAIAN BERORIENTASI MASA DEPAN
Penialaian berorientasi kedepan akan mengedepankan potensi dan penetapan sasaran-sasaran individual yang terinspirasi oleh criteria-kriteria baik-buruk. Teknik-teknik yang biasa digunakan adalah:
1)    Penialaian diri (self appraisal)
2)    Penilaian psikologis
3)    Pendekatan MBO (Management by Objectives)
4)    Teknik pusat penilaian
IMPLIKASI EVALUASI KERJA
Agar penilaian dapat memandu karyawan untuk senantiasa produktif , berkembang dan bekerja dalam suasana yang penuh dengan inisiatif dan antusiasme yang tinggi, maka upaya-upaya lanjutan setelah penilaian haruslah maton dalam arti sesuai dengan prestasi baik-buruk yang telah dihasilkan karyawan dimasa lalu atau sesuai dengan sasaran yang ingin dicapai.
TUJUAN ADMINISTRASI KOMPENSASI
1.    Memperoleh karyawan yang berkualitas.
2.    Mempertahankan karyawan potensial.
3.    Menjamin keadilan.
4.    Menghargai evaluasi kinerja.
5.    Mengendalikan biaya.
6.    Memenuhi peraturan.
PROSES KOMPENSASI
Proses kompensasi adalah  suatu jaringan berbagai sub proses yang kompleks dengan maksud untuk memberikan balas jasa kepada karyawan bagai pelaksanaan pekerjaan dan untuk memotivasi mereka agar mencapai tingkat prestasi kerja yang di inginkan.
SISTEM INSENTIF FINANSIAL
Tujuan utama system insentif adalh untuk meningkatkan motivasi karyawan dalam upaya mencapai tujuan perusahaan dengan menawarkan perangsang financial di atas dan melebihi upah atau gaji besar.



Gambar 6.1 Proses Penetapan Imbalan
System Insentif Individual
System ini adalah simtem pengupahan konvensional yang telah diterapkan pada zaman Taylor, berbagai bentuk insentif individual itu adalah:
1.    Insentif untuk karyawan operasional, biasanya berdasarkan unit keluaran (piece rates), waktu (time bonuses), atau atas dasar unit keluaran langsung (straight piece work).
2.    Insentif untuk manajer, biasanya berupa; bunos tunai (cash bonuses), hak untuk memiliki saham perusahaan (stock option), stock appreciation rights, phantom stock plan, COP (car ownership plan) atau pemberian saham dalam jumlah tertentu billa sasaran tertentu dipenuhi.
3.    System sugesti, sebagai contoh; insentif diberikan kepada manajer yang berhasil menghemat atau berhasil mencapai sasaran-sasaran yang bersifat kualitatif.
4.    Komisi.
System Insentif Kelompok
Berbagai bentuk insentif kelompok:
1.    Unit keluaran kelompok (group piece rates)
2.    Bagi hasil produksi (production sharing plan)
3.    Bagi laba (profit sharing)
4.    Pemilikan saham perusahaan oleh karyawan (employee stock ownership)
KOMPENSASI PELENGKAP
Kompensasi pelengkap atau fringe benefit dimaksudkan untuk mempertahankan karyawan dalam jangka panjang. Terdapat 4 macam kompensasi pelengkap yang biasa ditemui dalam praktik suatu organisasi:
1.    Pembayaran upah untuk waktu tidak bekerja (time off benefit),
2.    Perlindungan ekonomis terhadap bahaya,
3.    Program pelayanan karyawan,
4.    Pembayaran kompensasi yang ditetapkan secara legal.



BAB 7
MENGATASI KECENDERUNGAN MENOLAK PERUBAHAN
Ada ungkapan yang mengatakan bahwa orang cenderung menolak perubahan apabila perubahan tersebut diperkirakan tidak akan menguntungkan baginya. Padahal salah satu tantangan yang dihadapi organisasi dewasa ini adalah menemukan cara yang paling efektif untuk menangani perubahan karena disadari bahwa apabila suatu organisasi tidak mampu-lebih buruk lagi apabila tibak mau mewujudkan perubahan dengan cara-cara yang tepat, resiko bagi organisasi yang bersangkutan untuk gagal mempertahankan eksistensinya, belum berbicara tentang kehyarusan untuk berkembang, menjadi sangat besar. Dalam lingkungan yang bergerak sangat dinamis, organisasi mutlak perlu memiliki kemampuan untuk dengan cepat beradaptasi terhadap situasi baru, faktor-faktor apapun yang mengakibatkan terjadinya dinamika pada lingkungan itu seperti ilmu pengetahuan dan teknologi, kondisi persaingan, globalisasi, keharusan memenuhi standar internasional seperti ISO 9000 dan “eco-labelling”, konfigurasi ketenagakerjaan yang semakin beraneka ragam, peraturan politik dunia, tuntutan peningkatan kesejahteraan rakyat, pemberdayaan tenaga kerja, penonjolan hak-hak asasi manusia, pemenuhan kewajiban social, pelestarian lingkungan dan berbagai faktor lainnya, termasuk berbagai faktor yang karena bentuk dan intensitasnya belum dikenali, sering disebut sebagai “kejutan masa depan”.
Salah satu temuan para pakar perilaku organisasi ialah bahwa organisasi dan para anggotanya cenderung menolak perubahan. Dilihat dari satu sudut, siikap yang seperti itu merupakan hal yang positif karena stabilitas lebih terjamin dan perilaku para anggota organisasi pun lebih mudah diramalkan dan, pada gilirannya diarahkan. Akan tetapi dipandang dari sudut lain, kecenderungan menolak perubahan harus dihilangkan karena kecenderungan itu pasti akan menjadi penghalang bagi peningkatan kemampuan organisasi beradaptasi dengan lingkungan eksternal yang, seperti telah dikatakan dimuka, bergerak dinamis.


PENOLAKAN PADA TINGKAT INDIVIDUAL
Telah umum diketahui bahwa manusia pada dasarnya tidak senag pada perubahan dalam arti bahwa ia ia lebih senang berada pada lingkungan yang telah dikenalnya dan menghadapi “medan” yang tidak asing baginya. Dikaitkan dengan kegiatan PO, kecenderungan para individu dalam individu menolak perubahan dapat dikatakan bersumber pada lima faktor berikut ini.
Pertama : kebiasaan. Sadar atau tidak sadar, pembetukan kebiasaan itu dimaksudkan untuk mempermudah pengambilan keputusaan tentang apa yang akan dilakukan atau tidak dilakukan pada saat tertentu. Artinya manusia cenderung mengandalkan kebiasaan untuk menyederhanakan kehidupan yang serba rumit sekarang ini.
Kedua : faktor ekonomi. Artinya para pekerja mungkin saja diliputi rasa takut tentang apakah mereka mampu memenuhi persyaratan-persyaratan baru yang dituntut dalam rangka mempertahankan atau meningkatkan produktivitas. Ketakutan demikian tentunya menjadi lebih besar apabila tingkat produktivitas para karyawan dikaitkan dengan jumlah penghasilan seseorang.
Keempat : ketakutan hal-hal yang asing. Telah ditekankan dimuka bahwa pada umumnya manusia senang bergerak di “medan” yang sudah dikenalnya. Manusia tidak menyenangi suatu yang asing. Jika perubahan akan membawa sesuatu yang asing, terjadi penolakan karena seseorang memandang bahwa yang asing itu membawa ketidakjelasan dan ketidak pastian.
Kelima : proses informasi selektif. Telah umum diketahui bahwa seseorang “menciptakan dunianya” melalui persepsi tertentu yang dikembangkannya. Dengan “dunia ciptaannya” itu seseorang akan menolak perubahan karena ia tidak mau ada gangguan terhadap keutuhan persepsi yang telah dibentuknya itu
Dengan memahami jenis dan bentuk kecenderungan para anggota organisasi menolak perubahan pada tingkat individual, jelaslah bahwa seseorang konsultan dan kliennya harus mampu menemukan bentuk intervensi yang paling tepat untuk menghilangkan, atau paling sedikit mengurangi, penolakan tersebut.

MENGELOLA KEKUATAN-KEKUATAN PERUBAHAN
Para pakar pada umumnya berpendapat bahwa dalam mengelola perubahan, lima kekuatan perlu diperhitungkan.
Pertama : pendorong perubahan. Pengalaman menunjukan bahwa faktor terpenting harus dipertimbangkan ialah siapa yang akan berperan pendorong yang aakan melakukan perubahan dalam orrganisasi.
Kedua : tingkat dan cakupan perubahan. Manajemen harus memutuskan tingkat dan cakupan perubahan yang ingin diwujudkannya.
Ketiga . kerangka waktu. Faktor ketiga yang harus diperhitungkan ialah kerangka waktu untuk melaksanakan program perubahan tersebut.
Keempat. Dampak budaya. Baik konsultan maupun kliennya harrus sama-sama menyadari betapa penting memperhitungkan dampak perubahan yang ingin diwujudkan pada sistem dan budaya yang berlaku.
Kelima. Evaluasi perubahan. Akhirnya suatu ssistem penilaian harus dipertimbangkan.
MODEL PERUBAHAN   
Dari model terlihat bahwa terdapat empat kemungkinan situasi perubahan, yaitu :
Pertama : perubahan kecil dengan dampak kecil pula. Situasinya ialah bahwa jika perubahan yang hendak diwujudkan itu kecil, berdampak tidak kuat pada berbagai segi kehidupan organisasi yang sudah mapan, demikian penolakan pun menjadi kecil.
Kedua : perubahan kecil dengan dampak yang besar.
Ketiga: perubahan besar dengan dampak yang kecil.
Keempat, perubahan yang besar dengan dampak yang kuat pula.

KEKUATAN PENDORONG KEARAH PENERIMAAN PROGRAM PERUBAHAN
Yang dimaksud dengan kekuatan-kekuatan pendorong adalah segala sesuatu yang meningkatkan kecenderungan sistem klien untuk mengimplementasikan program perubahan yang disarankan oleh, apakah itu konsultan internal maupun eksternal.

Ketidakpuasan Pada Kondisi Sekarang
    Pada mulanya para manejer dan anggota suatu organisasi mungkin merasa tidak puas dengan kondisi sekarang dimanaa organisasi berada meskipun, sebagaimana halnya orang sakit, tidak mengetahui secara pasti apa penyebab penyakitnya, apa obatnya, apa yang harus dilakukan supaya sembuh. Kondisi demikianlah yang mendorong mencari ahli yang diperlukan akan mampu menyembuhkan penyakitnya.

Adanya Berbagai Tekanan Eksternal 
    Telah diketahui bahwa organisasi tidak bergerak dalam suasana vakum. Oleh karena itu setiap organisasi pasti terkena dampak lingkungan eksternalnya, meskipun sudah barang tentu dengan intensitas yang berbeda-beda. Dapat dipastikan bahwa setiap organisasi mengahadapi tekanan lingkungan yang berbeda-beda dibanddingkan dengan organisasi yang lain.

KEKUATAN PENGHALANG BAGI IMPLEMENTASI PROGRAAM PERUBAHAN
Setiap manejer yang akan melakukan kegiatan PO harus selalu menyadari bahwa salah satu faktor kritis yang mutlak diperhitungkan sebelum melaksanakan strategi atau teknik atau intervensi PO iaalah kemungkinan adanya berbagai kekuatan yang menghalangi dilakukanya kegitan yang menjurus pada perubahan. Tidak salah apabila konsultan berasumsi bahwa karena program perubahan itu diharapkan akan membuahkan hasil yang akan mengnutngkan organisasi sebagai keseluruhan dan juga menguntungkan bagi para anggotanya, organisasi klien dan para anggotanya.

Strategi Konsultan Mengurangi Resistensi
    Prinsip yang sangat mendasar yang harus dipegang teguh oleh konsultan dalam melaksanakan tugasnya ialah seluruh kegitan PO harus didasarkan pada nilai-nilai humanistik dan demokratik. Para praktisi daan teoritis PO tampaknya telah sependapat bahwa resistensi terhadap perrubahan akan dapat dihilangkan- atau paling sedikit dikurangi- apabila seluruh upaya PO didasarkan pada nilai-nilaai berikut ini :
Pertama : Penghargaan dan Pengakuan harkat dan martabat munisia.
Kedua : Saling mempercayai dan saling mendukung.
Ketiga : Organisasi yang efektif dan sehat adalah organisasi yang ttidak menekankan pentingnya hierarki kekuasaan atau kewenangan, melainkan yang meninjolkan keberrsamaan dan keserasian dalam interaksi antara seorang dengan orang lain dan antara satu kelompok kerja dengan kelompok yang lain.
Keempat : Kesiagaan menghadapi masalah.
Kelima : Partisipasi. Telah umum diketahui dan disadari oleh berbagai pihak yang berakibat dalam kegiatan manajemen bahwa saalah satu gaya manajemen yang dewasa ini semakin diandalkan adalaah gaya partisipatif. 
       Hasil-hasil positif PO. Suatu program PO dapat dikatakan berhasil apabila sepuluh hal berikut ini terwujud :
1.    Peningkatan efektivitas organisasi.
2.    Manajemen yang lebih baik pada seluruh jajaran organisasi yang antara lain terwujud dalam penerapan prinsip-prinsip keepemimpinan yang situasional dengan bermodalkan gaya kepemimpinan yang domokratik.
3.    Tumbuh suburnya semangat kerja sama dalam dan antar kelompok kerja yang didasarkan paadaa prinsip sinergi daan simbiosis mutualisme.
4.    Terwujudnya komitmen dan kerlibatan seluruh anggota organisasi dalam meraih keberhasilan organisasi sebagai keseluruhan.
5.    Meningkatkan kemampuan para angggota organisasi untuk meengenali berbagai faktor yang merupakan kekuatan organisasi dan mampu memanfaatkannya sebagai modal penting dalam meraaih kemajuan.
6.    Peningkatan kemampuan berkomunikasi secara efektif-baik vertical kebawah dan keatas, horizontal kesamping dan diagonal keatas dan kebawah-dalam rangka penyampaian informasi, saran, kebijakan, keputusan.
7.    Upaya untuk menumbuhkan dan mengembangkan serta memelihara iklim kerja yang mendorong tumbuhnya kreaktivitas dan keterbukaan, memberikan kesempatan kepada orang anggota organisasi untuk bertumbuh dan berkembang dan terdapatnya situasi bahwa perilaku yang positif dan sehat dihargai, sebaliknya.
8.      Berkurangnya perilaku yang sifatnya disfungsionaal seperti penurunan produktivitas, ketidakperdulian, rendahnya kesadaran tentang peentinya waktu, tngkat kemangkiran yang tinggi dan sikap negative terrhadap organisasi dimana yang bersangkutan menjadi anggota.
9.    Bertumbuhnya kesadaran yang semakin besar tentang pentingnya peningkatan kemampuan organisasi untuk terus-menerus beradaptasi dengan lingkungan yang terus berubah, kadang-kadang dengan kecepatan yang tidak dapat atau sulit diduga atau dipertimbangkan sebelumnya.
10.    Akhirnya, konsultan dapat dikatakan berhasil melakukan intervensi yang tepat apabila melalui kegiataan PO organisasi semakin mampu menarrik dan mempertahankan tenaga-tenaga yang loyal, produkttif, terampil, proaktif, untuk terus berrkarya dalam organisasi yang bersangkutan.

Strategi Mengimplementasikan Perubahan 
    oleh karena itu agar rencana melakukan perubahan itu lebih mudah diterima, konsultan sebaiknya memperhatikan bahwa strategi yang menurut pengalaman cocok digunakan adalah sebagai berikut :
1.    Sajikan citra yang baru ”tidak mengandung ancaman”.
2.    Ajukan berbagai argumentasi yang diarahkan pada pemeliharaan kepentingan klien.
3.    Kurangi oposisi dan tangani konflik secara terbuka.
4.    Bentuk persekutuan dengan berbagai pihak pendukung yang kuat.
5.    Tawar-menawar dan peenyajian keuntungan pengganti.
6.    Mulai pelaksanaan perubahan dalam benttuk eksperimen.
7.    Mulai “ seeara kecil-kecilan “

Taktik-taktik yang Dapat Digunakan
Dalam mengahadapi kecenderungan terhadap perubahan, para pakar PO telah mengidentifikasikan enam taktik yang dapat digunakan.
1.    Pertama, Pendiddikan dan komunikasi.
2.    Kedua: Partisipasi.
3.    Ketiga : Upaya memperlancar dan pemberian dukungan.
4.    Keempat : Negosiasi.
5.    Kelima : Manipulasi dan kooptasi.
6.    Keenam : Paksaan.

KONSULTANSI PROSES
    Konsultan adalah orang yang bertanggung jawab untuk mengembangkan program perubahan dan oleh karenanya membawa kedalam organisasi berrbagai jenis keterampilan. Penggunaan berbagai keterampilan jenis keterampilan tersebut akan membawa dampak yang luas pada keberhasilan organisasi di masa depan. Jika suatu tim kerja makin menyadari bagaimana tim tersebut beroperasi, tim tersebut diharapkan akan semakin mampu melakukan analisis yang lebih baik tentang berbagai masalah yang dihadapinya dan juga semakin mampu pula untuk mencari jalan keluarnya. Artinya konsultan prose membantu kelompok kerja belajar menyelesaikan sendiri permasalahan yang dihadapinya.

Konsultansi Proses dan Pelaksanaannya
Konsultansi proses yang tepat didasarkan atas analisis yang sangat mendalam dari masalah yang dihadapi yang dilakukan bersama antara konsultan dan kliennya. Asumsi yang sangat mendasar dalam penggunaan cara ini adalah bahwa apabila mereka yang terlibat mengidentifikasi permasalahan dan mencari sendiri jalan keluarnya, jalan keluar yang disepakati bersama akan lebih mudah diterima oleh para anggota kelompok yang bersangkutan.
Proses Kelompok. Landasan konsultansi proses ialah pendalaman tentang bagaimana kelompok dan para individu dalam kelompk tersebut berperilaku. Biasanya seorang konsultan memusatkan perhatiannya pada lima hal yang memegang peranan penting daalam meningkatkan kinerja orrganisasi yang efektif yaitu komunikasi, peranan dan fungsi individu dalam kelompok, pemecahan masalah dan pengambilan keputusan oleh kelompok, norma-norma dan pertumbuhan kelompok dan kepentingan serta wewenang.

Tipe-Tipe Intervensi    
Tipe-tipe intervensi yang dapat dilakukan oleh konsultan termasuk : pemberian kejelasan, menyimpulkan, membuat sintesis, generalisasi, mendalami, mempertanyakan, mendengarkan, menyalurkan perasaan, memberikan dukungan, latihan, konseling, pembuatan model, penentuan agenda, pengamatan umpan balik dan mengusulkan perubahan struktural.


Tidak ada komentar:

Posting Komentar