Jumat, 01 Juni 2012

contoh proposal penelitian


BAB I
PENDAHULUAN


A.Latar Belakang

Masa remaja merupakan masa yang penuh problema. Dalam masa ini tidak sedikit remaja yang mengalami kegoncangan yang menyebabkan munculnya emosional yang belum stabil sehingga mudah melakukan pelanggaran terhadap norma-norma dalam masyarakat. Remaja sebagai manusia yang sedang tumbuh dan berkembang terus melakukan interaksi sosial baik antara remaja maupun terhadap lingkungan lain. Melalui proses adaptasi, remaja mendapatkan pengakuan sebagai anggota kelompok baru yang ada dalam lingkungan sekitarnya. Remaja pun rela menganut kebiasaan-kebiasaan yang berlaku dalam suatu kelompok remaja.  Dalam pergaulan remaja, kebutuhan untuk dapat diterima bagi setiap individu merupakan suatu hal yang sangat mutlak sebagai mahluk sosial. Setiap anak yang memasuki usia remaja akan dihadapkan pada permasalahan penyesuaian sosial, yang diantaranya adalah problematika pergaulan teman sebaya. Pembentukan sikap, tingkah laku dan perilaku sosial remaja banyak ditentukan oleh pengaruh lingkungan ataupun teman-teman sebaya. Apabila lingkungan sosial itu menfasilitasi atau memberikan peluang terhadap remeja secara positif, maka remaja akan mencapai perkembangan sosial secara matang. Dan apabila lingkungan sosial memberikan peluang secara negatif terhadap remaja, maka perkembangan sosial remaja akan terhambat (Devy irawati, 2002).      
Pengaruh lingkungan diawali dengan pergaulan dengan teman. Pada usia 9-15 tahun hubungan perkawanan merupakan hubungan yang akrab yang diikat oleh minat yang sama, kepentingan bersama, dan saling membagi perasaan, saling tolong    menolong untuk memecahkan masalah bersama.

                                                                                                                                              
Peran teman sebaya dalam pergaulan remaja menjadi sangat menonjol. Hal ini sejalan dengan meningkatnya minat individu dalam persahabatan serta keikut sertaan dalam kelompok. Kelompok teman sebaya juga menjadi suatu komunitas belajar di mana terjadi pembentukan peran dan standar sosial yang berhubungan dengan pekerjaan dan prestasi (Santrock, 2003 :257).        
                                                                                                                                                                  Berdasarkan pra penelitian di lapangan bahwa dalam suasana belajar ataupun waktu istrahat sedang berlangsung, baik siswa laki-laki maupun perempuan menghabiskan banyak waktunya bersama dengan teman-temannya. Seorang guru SLTP Negeri I wakorumba selatan juga mengatakan bahwa ada dua bentuk perilaku yang muncul dari pengaruh teman sebaya, yang pertama kelompok siswa yang selalu berprestasi dan yang kedua yakni kelompok siswa yang suka melanggar aturan sekolah.
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka penulis tertarik melakukan penelitian dengan judul “Pengaruh Teman Sebaya Terhadap Perilaku siswa Pada SLTP Negeri I Wakorumba Selatan”

A.RumusanMasalah
Berdasarkan uraian latar belakang di atas, maka permasalahan dalam penelitian ini yaitu “Apakah ada pengaruh teman sebaya terhadap perilaku siswa di sekolah?”

B.TujuandanManfaat
1.Tujuan penelitian
                                                               Adapun tujuan dalam penelitian ini adalah :
a.Untuk mengetahui pergaulan teman sebaya pada SLTP Negeri I Wakorumba Selatan.
b.Untuk mengetahui perilaku siswa pada SLTP Negeri I Wakorumba Selatan.
c.Untuk mengetahui pengaruh pergaulan teman sebaya terhadap perilaku siswa pada SLTP Negeri I Wakorumba Selatan.
2. Manfaat penelitian
Hasil penelitian diharapkan dapat bermanfaat sebagai berikut :
a.Sebagai bahan informasi bagi instansi terkait dalam upaya peningkatan mutu pendidikan.
b.Sebagai bahan informasi bagi masyarakat agar mereka dapat memberikan informasi kepada siswa untuk lebih termotivasi belajar dan dapat meminimalisir pengaruh negatif yang muncul dan mempertahankan pengaruh positif.
c.Sebagai bahan informasi bagi peneliti dalam menerapkan ilmu yang telah diperoleh selama perkuliahan.



BAB II
TINJAUAN PUSTAKA

Segi utama yang perlu diperhatikan adalah bahwa manusia secara hakiki merupakan mahluk sosial. Sejak dilahirkan ia membutuhkan pergaulan dengan orang lain untuk memenuhi kebutuhan-kebutuhan biologisnya, makanan, minuman dan lain-lain. Apabila seorang individu mulai bergaul dengan kawan-kawan sebayanya, ia pun tidak lagi hanya menerima kontak sosial itu, tetapi ia juga dapat memberikan kontak sosial. Ia mulai mengerti bahwa di dalam kelompok sepermainannya terdapat peraturan-peraturan tertentu, norma-norma sosial yang hendaknya ia patuhi dengan rela guna dapat melanjutkan hubungannya dengan kelompok tersebut secara lancar. Ia pun turut membentuk norma-norma pergaulan tertentu yang sesuai dengan interaksi kelompok.
A.Pengertian Teman Sebaya.
Dalam kamus besar Bahasa Indonesia, teman sebaya diartikan sebagai kawan, sahabat atau orang yang sama-sama bekerja atau berbuat (Anonim, 2002 : 1164). Sementara dalam Mu’tadin (2002:1) menjelaskan bahwa teman sebaya adalah kelompok orang-orang yang seumur dan mempunyai kelompok sosial yang sama, seperti teman sekolah atau teman sekerja.
Teman sebaya (peer) sebagai sebuah kelompok sosial sering didefinisikan sebagai semua orang yang memiliki kesamaan ciri-ciri seperti kesamaan tingkat usia. Lebih lanjut Hartup dalam Santrock (1983 : 223) mengatakan bahwa teman sebaya (Peers) adalah anak-anak atau remaja dengan tingkat usia atau kedewasaan yang sama. Akan tetapi oleh Lewis dan Rosenblum dalam Samsunuwiyati (2005 : 145) Definisi teman sebaya lebih ditekankan pada kesamaan tingkah laku atau psikologis.
Berdasarkan beberapa pendapat di atas, maka saya mendefinisikan teman sebaya sebagai interaksi individu pada anak-anak atau remaja dengan tingkat usia yang sama serta melibatkan keakraban yang relatif besar diantara kelompoknya
B.Fungsi Kelompok Teman Sebaya
Kelompok teman sebaya merupakan interaksi awal bagi anak-anak dan remaja pada lingkungan sosial. Mereka mulai belajar bergaul dan berinteraksi dengan orang lain yang bukan anggota keluarganya. Ini dilakukan agar mereka mendapat pengakuan dan penerimaan dari kelompok teman sebayanya sehingga akan tercipta rasa aman.
Sejumlah penelitian telah merekomendasikan betapa hubungan sosial dengan teman sebaya memiliki arti yang sangat penting bagi perkembangan pribadi. Salah satu fungsi kelompok teman sebaya yang paling penting adalah menyediakan suatu sumber informasi dan perbandingan tentang dunia di luar keluarga. Anak-anak atau remaja menerima umpan balik tentang kemampuan-kemampuan mereka dari kelompok temam sebaya. Mengevaluasi apakah yang mereka lakukan lebih baik, sama atau lebih jelek dari yang dilakukan oleh anak-anak lain.
Kelompok memenuhi kebutuhan pribadi remaja, menghargai mereka, menyediakan informasi, menaikan harga diri, dan memberi mereka suatu identitas. Remaja bergabung dengan suatu kelompok dikarenakan mereka beranggapan keanggotaan suatu kelompok akan sangat menyenangkan dan menarik serta memenuhi kebutuhan mereka atas hubungan dekat dan kebersamaan. Mereka bergabung dengan kelompok karena mereka akan memiliki kesempatan untuk menerima penghargaan, baik yang berupa materi maupun psikologis. Kelompok juga merupakan sumber informasi yang penting. Saat remaja berada dalam suatu kelompok belajar, mereka belajar tentang strategi belajar yang efektif dan memperoleh informasi yang berharga tentang bagaimana cara untuk mengikuti suatu ujian.
Hartup dalam Didi Tarsadi mengidentifikasi empat fungsi teman sebaya, yang mencakup :
1.Hubungan teman sebaya sebagai sumber emosi (emotional resources), baik untuk memperoleh rasa senang maupun untuk beradaptasi terhadap stress
2.Hubungan teman sebaya sebagai sumber kognitif (cognitive resources) untuk pemecahan masalah dan perolehan pengetahuan
3.Hubungan teman sebaya sebagai konteks di mana keterampilan sosial dasar (misalnya keterampilan komunikasi sosial, keterampilan kerjasama dan keterampilan masuk kelompok) diperoleh atau ditingkatkan; dan
4.Hubungan teman sebaya sebagai landasan untuk terjalinnya bentuk-bentuk hubungan lainnya (misalnya hubungan dengan saudara kandung) yang lebih harmonis. Hubungan teman sebaya yang berfungsi secara harmonis di kalangan anak-anak prasekolah telah terbukti dapat memperhalus hubungPeranan Hubungan Teman Sebaya dalam Perkembangan Kompetensi Sosial Anak

Lebih lanjut lagi secara lebih rinci Kelly dan Hansen dalam Samsunuwiyati (2005 : 220) menyebutkan 6 fungsi positif dari teman sebaya, yaitu :
1.Mengontrol impuls-impuls agresif.
2.Memperoleh dorongan emosional dan sosial serta menjadi lebih independen. Teman-teman dan kelompok teman sebaya memberikan dorongan bagi remaja untuk mengambil peran dan tanggung jawab baru mereka.
3.Meningkatkan keterampilan-keterampilan sosial, mengembangkan kemampuan penalaran, dan belajar untuk mengekspresikan perasaan-perasaan dengan cara-cara yang lebih matang.
4.Mengembangkan sikap terhadap seksualitas dan tingkah laku peran jenis kelamin.
5.Memperkuat penyesuaian moral dan nilai-nilai.
6.Menigkatkan harga diri (self-esteem). Menjadi orang yanh disukai oleh sejumlah besar teman-teman sebayanya membuat remaja merasa enak atau senang senang tentang dirinya.
Kelompok teman sebaya biasanya beranggotakan perempuan saja, laki-laki saja atau campuran, kalau kelompoknya beranggotakan laki-laki saja biasanya sebagaian besar anggotanya tidak terlampau dekat secara emosional, sedangkan apabila kelompok beranggotakan perempuan biasanya anggotanya lebih akrab.
C.Jenis Kelompok Teman Sebaya
Dalam kehidupan sehari-sehari remaja selalu bersama dengan teman-temannya, sehingga remaja sering tergabung dalam kelompok-kelompok tertentu.
Pra ahli psikologi sepakat bahwa terdapat kelompok-kelompok yang terbentuk dalam masa remaja. Kelomppok tersebut adalah sebagai berikut :

a.Sahabat Karib (Chums)
Chums yaitu kelompok dimana remaja bersahabat karib dengan ikatan persahabatan yang sangat kuat. Anggota kelompok biasanya terdiri dari 2-3 orang dengan jenis kelamin sama, memiliki minaat, kemauan-kemauan yang mirip.
b.Komplotan sahabat (Cliques)
Cliques biasnya terdiri dari 4-5 remaja yang memiliki minat, kemampuan dan kemauan-kemauan yang relatif sama. Cliques biasanya terjadi dari penyatuan dua pasang sahabat karib atau dua Chums yang terjadi pada tahun-tahun pertama masa remaja awal. Jenis kelamin remaja dalam satu Cliques umumnya sama.
c.Kelompok banyak remaja (Crowds)
Crowds biasanya terdiri dari banyak remaja, lebih besr dibanding dengan Cliques. Karena besrnya kelompok, maka jarak emosi antra anggota juga agak renggang. Dengan demikian terdapat jenis kelamin berbeda serta terdapat keragaman kemampuan, minat dan kemauan diantara para anggota. Hal yang dimiliki dalam kelompok ini adalah rasa takut diabaikan atau tidak diterima oleh teman-teman dalam kelompok remja. Dengan kata lain remaja ini sangat membutuhkan penerimaan peer-groupnya.
D.Penerimaan dan Penolakan Teman Sebaya
Dalam kelompok teman sebaya, merupakan kenyataan adanya remaja yang diterima dan ditolak. Hal ini disebabkan oleh beberapafaktor sebagai berikut :
1.Faktor-faktor yang menyebabkan seorang remaja diterima
a.Penampilan (performance) dan perbuatan meliputi antara lain : tampang yang baik, atau paling tidakrapi danaktif dalamkegiatan-kegiatan kelompok
b.Kemampuan pikir antara lain : mempunyai inisiatif, banyak memikirkan kepentingan kelompok dan mengemukakan buah pikirannya
c.Sikap, sifat, perasaan antara lain : bersikap sopan, memperhatikanorang lain, penyabar atau dapat menahan marah jika berada dalam keadaan yang tidak menyenangkan dirinya
d.Pribadi meliputi : jujur dan dapat dipercaya, bertanggung jawab dan suka menjalankan pekerjaannya, mentaati peraturan-peraturan kelompok, mampu menyesuaikan diri dalam berbagai situasi dan pergaulan sosial.
2.Faktor-faktor yang menyebabkanseorang remaja ditolak
a.Penampilan (performance) dan perbuatan antaralain meliputi :
sering menantang, malu-malu, dan senang menyendiri
b.Kemampuan pikir meliputi :
bodoh sekali atau sering disebut tolol
c.Sikap, sifat meliputi : suka melanggar normadan nilai-nilai kelompok, suka menguasai anak lain, suka curiga, dan suka melaksanakan kemauan sendiri
d.Ciri lain : faktor rumah yang terlalujauh dari tempat teman sekelompok
Arti penting dari penerimaan atau penolakan teman sebaya dalam kelompok bagi seseorang remaja adalah bahwa mempunyai pengaruh yang kuat terhadap pikiran, sikap, perasaan, perbuatan-perbuatan dan penyesuaian diri remaja.
Akibat langsung dari penerimaan teman sebaya bagi seseorang remaja adalah adanya rasa berharga dan berarti serta dibutuhkan bagi kelompoknya. Hal yang demikian ini akan menimbulkan rasa senang, genbira, puas bahkan rasa bahagia.
Hal yang sebaliknya dapat terjadi bagi remaja yang ditolak oleh kelompoknya yakni adanya frustasi yang menimbulkan rasa kecewa akibat penolakan atau pengabaian itu.
E.Ciri-ciri dan tugas Perkembangan remaja
Menurut Gunarsa (1987 : 6) remaja adalah masa peralihan dari kanak-kanak kemasa dewasa, meliputi semua perkembangan yang dialami sebagai persiapan masa dewasa.
Oleh Wibowo dalam Simanjutak (1984 : 14) mengemukakan bahwa “remaja adalah mereka yang berusia 12 tahun sampai 18 tahun dan merupakan ciri-ciri fisik yang lebih menonjol sesuai dengan ritme perkembangan dalam tahap-tahapannya”.
Selanjutnya menurut Mapiare dalam Sudarsono (1991 : 13) mengungkapkan tentang adanya rentang kehidupan remaja yaitu “masa remaja awal dari 13 tahun sampai dengan 17 tahun dan masa remaja akhir dari 17 tahun sampai 20 tahun”.
1.Ciri-ciri Masa Remaja
Usia remaja adalah tahap yang banyak terjadi perubahan baik dalam aspek fisik maupun psikologis, mereka diharapkan untuk dapat menyesuaikan diri terhadap perubahan yang dialamai maupun efek dari perubahan yang dialami oleh mereka.
Berkaitan dengan hal tersebut, Hurlock dalam Nurmiyati (1994 : 7) menyebutkan beberapa ciri yang ada dimasa remaja :
a.Masa remaja sebagai periode yang penting
b.Masa remaja sebagai periode peralihan
c.Masa remaja sebagai perubahan
d.Masa remaja sebagai usia bermasalah
e.Masa remaja sebagai masa mencari identitas
f.Masa remaja sebagai masa yang menimbulkan ketakutan
g.Masa remaja sebagai yang tidak realistis
h.Masa remaja sebagai masa ambang dewasa


2.Tugas Perkembangan Masa Remaja
Proses perkembangan pada masa remaja lazimnya berlangsung selama kurang lebih 11 tahun, mulai usia 12-21 pada wanita dan 13-22 tahun pada pria. Masa remaja yang panjang ini dikenal sebagai masa yang penuh kesukaran dan persoalan, bukan saja bagi si remaja sendiri melainkan juga bagi para orang tua, guru, dan masyarakat sekitar. Bahkan tak jarang para penegak hukum pun ikut direpotkan oleh ulah dan tindak tanduknya yang dipandang menyimpang.
Adapun tugas-tugas perkembangan masa remaja pada umumnya meliputi pencapaian dan persiapan segala hal yang berhubungan dengan kehidupan masa dewasa. Tugas-tugas remaja tersebut adalah sebagai berikut :
1.Mencapai pola hubungan baru yang lebih matang dengan teman sebaya yang berbeda jenis kelamin sesuai dengan keyakinan dan etika moral yang berlaku dalam masyarakat.
2.Mencapai peranan sosial sebagai seorang pria (jika ia seorang pria) dan peranan sosial sebagai seorang wanita (jika ia seorang wanita) selaras dengan tuntutan sosial dan kultural masyarakat.
3.Menerima kesatuan organ-organ tubuh sebagai seorang pria (jika ia seorang pria) dan kesatuan organ-organ sebagai seorang wanita (jika ia seorang wanita) dan menggunakan secara efektif sesuai dengan kodratnya masing-masing.
4.Keinginan menerima dan mencapai tingkah laku sosial tertentu yang bertanggung jawab di tengah-tengah masyarakat.
5.mencapai kemerdekaan/kebebasan emosional dari orang tua dan orang-orang dewasa lainnya dan mulai menjadi seorang “person” (menjadi dirinya sendiri).
6.Mempersiapkan diri untuk mencapai karir (jabatan dan profesi) tertentu dalam kehidupan ekonomi.
7.Mempersiapkan diri untuk memasuki dunia perkawinan (rumah tangga) dan kehidupan berkeluarga yakni sebagai suami dan istri.
8.Memperoleh seperangkat nilai dan sistem etika sebagai pedoman bertingkah laku dan mengembangkan ideologi untuk keperluan kehidupan kewarganegaraan.
Menurut Syamsu Yusuf (2000 : 20) menjelaskan bahwa masa remaja merupakan masa yang banyak menarik perhatian karena sifat-sifat khasnya dan peranannya yang menentukan dalam kehidupan individu, dalam masyarakat orang dewasa. Masa ini dapat diperinci lagi menjadi beberapa masa yaitu sebagai berikut:
1.Masa Pra Remaja (remaja awal)
Masa pra remaja biasanya berlangsung hanya dalam waktu yang relatif singkat, masa ini ditandai oleh adanya sifat-sifat negatif dengan gejalanya seperti tidak tenang, kurang suka bekerja, pesimistik, dan sebagainya. Secara garis besar sifat-sifat negatif dapat diringkas yaitu a). Negatif dalam prestasi, baik prestasi jasmani maupun prestasi mental, dan b). Negatif dalam sikap sosial, baik dalam bentuk menarik diri dalam masyarakat (negatif pasif) maupun dalam bentuk agresi terhadap masyarakat (negatif aktif)
2.Masa Remaja Tengah (remaja madya)
Pada masa ini mulai tumbuh dalam diri remaja dorongan untuk hidup, kebutuhan akan adanya teman yang akan memahami dan menolongnya, teman yang dapat turut merasakan suka dan dukanya pada masa ini, sebagai masa yang mencari sesuatu yang dapat dipandang bernilai, pantas dijunjung tinggi sebagai gejala remaja.
3.Masa Remaja Akhir
Setelah remaja dan dapat menentukan pendirian hidupnya, pada dasarnya telah tercapailah remaja akhir dan terpenuhilah tugas-tugas masa remaja, yaitu penemuan pendirian hidup.
F.Pengertian perilaku
Perilaku atau aktifitas yang ada pada individu atau organisme itu tidak timbul dengan sendirinya, tetapi sebagai akibat dari adanya stimulus atau rangsang yang mengenai individu atau organisme itu. Perilaku atau aktifitas itu merupakan jawaban atau respon terhadap stimulus yang mengenainya. Apa yang ada dalam diri organisme itu yang berperan memberikan respon adalah apa yang telah ada pada diri organisme, atau apa yang telah dipelajari oleh organisme yang bersangkutan.
Perilaku pada manusia dapat dibedakan atas perilaku yang refleksif dan perilaku yang non-refleksif. Perilaku yang refleksif merupakan perilaku yang terjadi atas reaksi yang secara spontan terhadap stimulus yang mengenai organisme tersebut. Misalnya reaksi kedip mata bila kena sinar. Perilaku refleksif adalah perilaku yang terjadi dengan sendirinya, secara otomatis. Dalam perilaku refleksif, respon langsung timbul begitu menerima stimulus. Lain halnya dengan perilaku yang non-refleksif. Perilaku ini merupakan perilaku yang dibentuk, dapat dikendalikan, karena itu dapat berubah dari waktu ke waktu, sebagai hasil proses belajar. Disamping itu perilaku dapat dikendalikan atau terkendali, yang berarti bahwa perilaku itu dapat diatur oleh individu yang bersangkutan.
Perilaku atau gejala yang tampak pada manusia dapat dipengaruhi oleh bebereapa faktor seperti faktor genetik (keturunan) dan faktor lingkungan.
“Perilaku dipandang dari segi biologis merupakan suatu kegiatan atau aktivitas dari organisme yang bersangkutan. Jadi perilaku maanusia pada hakekatnya adlah suatu aktivitas dari manusia. Oleh karena itu perilaku manusia mempunyai bentangan yang sangat luas yang dapat mencakup berjalan, bereaksi, berpakaian, dan lain sebagainya. Bahkan kegiataan internal (internal aktivities) seperti berpikir, persepsi, dan emosi juga merupakan perilaku manusia. Untuk kepentingan analitis dapat dikatakan bahwa perilaku adalah apa yang dikerjakan oleh organisme (manusia) baik yang dapat diamati secara langsung maupun yang diamati secara tidak langsung”. (Notoatmojo dalam Sulwati, 2007 : 14).

Oudum dalam Sulwati (2007 : 15) mengemukakan bahwa perilaku merupakan tindakan yang tegas dari suatu organisme untuk melanjutkn hidupnya.
Sedangkan Sarwono dalam Sulwati (2007 : 15) menyatakan bahwa Perilaku merupkan segala macam pengalaman dan interaksi manusia dengan lingkungannya yang terwujud dalam pengetahuan, sikap dan tindakan.
Selanjutnya Ndara mengartikan perilaku sebagai operasionalisasi dan aktualisasi seseorang atau suatu kelompok terhadap suatu situasi dan kondisi lingkungan (masyarakat, alam, teknologi, dan organisasi).
Berdasarkan beberapa uraian tentang pengertian perilaku tersebut diatas maka dapat disimpulkan bahwa perilaku adalah tindakan yang dilakukaan oleh individu sebagai akibat dari aktualisasi seseorang atau kelompok terhadap suatu sutuasi dan kondisi lingkungan.
G.Teori Belajar Sosial
Terbentuknya perilaku dapat terjadi karena proses kematangan dan dari proses interaksi dengan lingkungan. Cara yang kedua inilah yang paling besar pengaruhnya terhadap perilaku manusia.
Terbentuknya dan perubahan perilaku karena proses interaksi antara individu dengan lingkungan ini melalui suatu proses yakni proses belajar. Oleh sebab itu, perubahan perilaku dan proses belajar itu sangat erat kaitannya. Perubahan perilaku merupakan hasil dari proses belajar.
Untuk melangsung kehidupan, manusia perlu belajar. Dalam hal ini ada 2 macam belajar, yaitu belajar secara fisik, misalnya menari, olah raga, mengendarai mobil, dan sebagainya, dan belajar psikis.
Dalam belajar psikis ini termasuk juga belajar sosial (social learning) dimana seseorang mempelajari perannya dan peran-peran orang lain dalam konteks sosial. Selanjutnya orang tersebut akan menyesuaikan tingkah lakunya dengan peran orang lain atau peran sosial yang telah dipelajari. Cara yang sangat penting dalam belajar sosial menurut teori stimulus-respons adalah tingkah laku tiruan (imitation). Teori dengan tingkah laku tiruan yang penting disajikan disini adalah teori dari Millers, NE dan Dollard, serta teori Bandura A. dan Walter RH.
1. Teori Belajar Sosial dan Tiruan Dari Millers dan Dollard
Pandangan Millers dan Dollard bertitik tolak pada teori Hull yang kemudian dikembangkan menjadi teori tersendiri. Mereka berpendapat bahwa tingkah laku manusia itu merupakan hasil belajar. Oleh karena itu untuk memahami tingkah laku sosial dan proses belajar sosial, kita harus mengetahui prinsip-prinsip psikologi belajar.
Prinsip belajar itu terdiri dari 4, yakni dorongan (drive), isyarat (cue), tingkah laku balas (respons), dan ganjaran (reward). Keempat prinsip ini saling mengait satu sama lain, yaitu dorongan menjadi isyarat, isyarat menjadi respons, respons menjadi ganjaran, dan seterusnya.
Dorongan adalah rangsangan yang sangat kuat terhadap organisme (manusia) untuk bertingkah laku. Stimulus-stimulus yang cukup kuat pada umumnya bersifat biologis seperti lapar, haus, seks, kejenuhan, dan sebagainya. Stimulus-stimulus ini disebut dorongan primer yang menjadi dasar utama untuk motivasi. Menurut Miller dan Dollard semua tingkah laku (termasuk tingkah laku tiruan) didasari oleh dorongan-dorongan primer ini.
Isyarat adalah rangsangan yang menentukan bila dan dimana suatu respons akan timbul dan terjadi. Isyarat ini dapat disamakan dengan rangsangan diskriminatif. Didalam belajar sosial, isyarat yang terpenting adalah tingkah laku orang lain, baik yang langsung ditujukan orang tertentu maupun yang tidak, misalnya anggukan kepala merupakan isyarat untuk setuju, uluran tangan merupakan isyarat untuk berjabat tangan.
Mengenai tingkah laku balas (respons), mereka berpendapat bahwa manusia mempunyai hirarki bawaan tingkah laku. Pada saat manusia dihadapkan untuk pertama kali kepada suatu rangsangan tertentu maka respons (tingkah laku balas) yang timbul didasarkan pada hirarki bawaan tersebut. Setelah beberapa kali terjadi ganjaran dan hukuman maka tingkah laku balas yang sesuai dengan faktor-faktor penguat tersebut disusun menjadi hirarki resultan (resultant hierarchy of respons).
Disinilah pentingnya belajar dengan coba-coba dan ralat (trial and error learning). Dalam tingkah laku sosial, belajar coba-ralat dikurangi dengan belajar tiruan dimana seseorang tinggal meniru tingkah laku orang lain untuk dapat memberikan respons yang tepat. Sehingga ia tidak perlu membuang waktu untuk belajar dengan coba-ralat.
Ganjaran adalah rangsang yang menetapkan apakah tingkah laku balas diulang atau tidak dalam kesempatan yang lain. Menurut Miller dan Dollard ada 2 reward atau ganjaran, yakni ganjaran primer yang memenuhi dorongan-dorongan primer dan ganjaran sekunder yang memenuhi dorongan-dorongan sekunder.
Lebih lanjut mereka membedakan 3 macam mekanisme tingkah laku tiruan, yakni
a. Tingkah Laku Sama
Tingkah laku ini terjadi pada 2 orang yang bertingkah laku balas (respons) sama terhadap rangsangan atau isyarat yang sama. Contoh 2 orang yang berbelanja di toko yang sama dan dengan barang yang sama. Tingkah laku yang sama ini tidak selalu hasil tiruan maka tidak dibahas lebih lanjut oleh pembuat teori.
b. Tingkah laku Tergantung (Matched Dependent Behavior)
Tingkah laku ini timbul dalam interaksi antara 2 pihak dimana salah satu pihak mempunyai kelebihan (lebih pandai, lebih mampu, lebih tua, dan sebagainya) dari pihak yang lain. Dalam hal ini, pihak yang lain atau pihak yang kurang tersebut akan menyesuaikan tingkah laku (match) dan akan tergantung (dependent) pada pihak yang lebih.
c. Tingkah Laku Salinan (Copying Behavior)
Seperti tingkah laku tergantung, pada tingkah laku salinan, peniru bertingkah laku atas dasar isyarat yang berupa tingkah laku pula yang diberikan oleh model. Demikian juga dalam tingkah laku salinan ini, pengaruh ganjaran dan hukuman sangat besar terhadap kuat atau lemahnya tingkah laku tiruan.
Perbedaannya dengan tingkah laku tergantung adalah dalam tingkah laku tergantung ini si peniru hanya bertingkah laku terhadap isyarat yang diberikan oleh model pada saat itu saja. Sedangkan pada tingkah laku salinan, si peniru memperhatikan juga tingkah laku model di masa yang lalu maupun yang akan dilakukan di waktu mendatang.
Hal ini berarti perkiraan tentang tingkah laku model dalam kurun waktu yang relatif panjang ini akan dijadikan patokan oleh di peniru untuk memperbaiki tingkah lakunya sendiri dimasa yang akan datang sehingga lebih mendekati tingkah laku model.
2. Teori Belajar Sosial dari Bandura dan Walter
Teori belajar sosial yang dikemukakan Bandura dan Walter ini disebut teori proses pengganti. Teori ini menyatakan bahwa tingkah laku tiruan adalah suatu bentuk asosiasi dari rangsang dengan rangsang lainnya. Penguat (reinforcement) memang memperkuat tingkah laku balas (respons) tetapi dalam proses belajar sosial, hal ini tidak terlalu penting.
Aplikasi teori ini adalah apabila seseorang melihat suatu rangsang dan ia melihat model bereaksi secara tertentu terhadap rangsang itu maka dalam khayalan atau imajinasi orang tersebut, terjadi rangkaian simbol-simbol yang menggambarkan rangsang dari tingkah laku tersebut. Rangkaian simbol-simbol ini merupakan pengganti dari hubungan rangsang balas yang nyata dan melalui asosiasi, si peniru akan melakukan tingkah laku yang sama dengan tingkah laku model.
Terlepas dari ada atau tidak adanya rangsang, proses asosiasi tersembunyi ini sangat dibantu oleh kemampuan verbal seseorang. Selain dari itu, dalam proses ini tidak ada cara-coba dan ralat (trial and error) yang berupa tingkah laku nyata karena semuanya berlangsung secara tersembunyi dalam diri individu.
Hal yang penting disini adalah pengaruh tingkah laku model pada tingkah laku peniru. Menurut Bandura, pengaruh tingkah laku model terhadap tingkah laku peniru ini dibedakan menjadi 3 macam, yakni :
a. Efek modeling (modelling effect), yaitu peniru melakukan tingkah-tingkah laku baru melalui asosiasi sehingga sesuai dengan tingkah laku model.
b. Efek menghambat (inhibition) dan menghapus hambatan (disinhibition) dimana tingkah-tingkah laku yang tidak sesuai dengan tingkah laku model dihambat timbulnya sedangkan tingkah laku yang sesuai dengan tingkah laku model dihapuskan hambatannya sehingga timbul tingkah laku yang dapat menjadi nyata.
c. Efek kemudahan (facilitation effect), yaitu tingkah-tingkah laku yang sudah pernah dipelajari oleh peniru lebih mudah muncul kembali dengan mengamati tingkah laku model.
Akhirnya bandura dan Walter menyatakan bahwa teori proses pengganti ini dapat pula menerangkan gejala timbulnya emosi pada peniru yang sama dengan emosi yang ada pada model. Contohnya seseorang yag mendengar atau melihat gambar tentang kecelakaan yang mengerikan maka ia berdesis, menyeringai bahkan sampai menangis ikut merasakan penderitaan tersebut.
H.Faktor-faktor yang mempengaruhi Perilaku Remaja
Santrock dalam Amelia sari : 2008 menytakan faktor-faktor yang mempengaruhi perilaku remaja adalah sebagai berikut :
a.Identiti
Zaman remaja, ada masanya pada tahap di mana remaja mengalami masalah identiti. Perubahan biologi dan sosial memungkinkan terjadinya dua bentuk integrasi pada keperibadian remaja: satu, terbentuknya perasaan akan konsistensi dalam kehidupannya dan dua, tercapainya identiti peranan, kurang lebih dengan cara menggabungkan motivasi, nilai-nilai, kemampuan dan gaya yang dimiliki remaja dengan peranan yang dituntut dari remaja.
b.faktor keluarga, Hal ini sangat berpengaruh terhadap perilaku remaja. Kurangnya dukungan keluarga seperti kurangnya perhatian orangtua terhadap aktiviti anak, kurangnya penerapan disiplin yang efektif, kurangnya kasih sayang orangtua dapat menjadi pemacu timbulnya perilaku remaja. Pengawasan orangtua yang tidak memadai terhadap remaja dan penerapan disiplin yang tidak efektif dan tidak sesuai merupakan faktor keluarga yang penting dalam menentukan munculnya perilaku remaja
c.teman sebaya, hubungan pertemanan juga mempengaruhi tingkat kenakalan remaja.
d.Kontrol diri, remaja telah mempelajari perbedaan antara tingkah laku yang dapat diterima dan tingkah laku yang tidak dapat diterima.
e.Lingkungan tempat tinggal
Lingkungan dapat berperan dalam memunculkan perilaku remaja. Lingkungan masyarakat yang lebih luas dengan keragaman perilaku memungkinkan remaja mengamati berbagai model perilaku tersebut.
Selanjutnya Herien Puspitawati (2008) menyatakan rasa ingin mendapatkan pengakuan sosial (social recognition) dan perhatian orang tua merupakan faktor pemicu remaja dalam berperilaku

I.Pengaruh Teman Sebaya Terhadp Perilaku
Selain lingkungan keluarga yang ikut mempengaruhi perkembangan seorang individu jika individu tersebut telah berinteraksi dengan individu lain adalah lingkungan sosial. Lingkungan sosial merupakan lingkungan tempat dimana seorang individu mulai berinteraksi dengan individu lain diluar anggota keluarga. Lingkungan sosial yang dimaksudkan adalah teman sebaya. Teman sebaya merupakan lingkungan bergaul seorang anak dan melalui interaksi dengan teman sebaya, individu akan berkenalan dan mulai bergaul dengan teman-temannya dengan pola perilaku yang berbeda-beda, sehingga melalui interaksi inilah masing-masing individu akan saling memahami keinginan-keinginan dan tidak jarang individu akan membentuk kelompok-kelompok jika perilaku teman-temannya tersebut telah dirasa cocok.
Pergaulan teman sebaya dapat mempengaruhi perilaku. Pengaruh tersebut dapat berupa pengaruh positif dan dapat pula berupa pengaruh negatif. Pengaruh positif yang dimaksud adalah ketika individu bersama teman-teman sebayanya melakukan aktifitas yang bermanfaat seperti membentuk kelompok belajar dan patuh pada norma-norma dalam masyarakat. Sedangkan pengaruh negatif yang dimaksudkan dapat berupa pelanggaran terhadap norma-norma sosial, dan pada lingkungan sekolah berupa pelanggaran terhadap aturan sekolah.
Dari teman sebaya remaja menerima umpan balik mengenai kemampuan mereka. Remaja cenderung untuk mengikuti pendapat dari kelompoknya dan menganggap bahwa kelompoknya itu selalu benar. Kecenderungan untuk bergabung dengan teman sebaya didorong oleh keinginan untuk mandiri, sebagaimana yang diungkapkan oleh Hurlock dalam Mu’tadin (2002 : 22) bahwa melalui hubungan teman sebaya remaja berpikir mandiri, mengambil keputusan sendiri, memerima bahkan menolak pandangan dan nilai yang berasal dari keluarga dan mempelajari pola perilaku yang diterima didalam kelompoknya.
Kelompok begaul/kelompok teman sebaya dapat memberikan pengaruh, baik pengaruh positif maupun pengaruh negatif. Teman sebaya menuntut nilai kebersamaan, kekerabatan, kemanusiaan serta persaudaraan. Namun jika perilaku dalam kelompok didominasi oleh pencurian, tawuran, serta tindak kriminal, maka akan memberikan pengaruh negatif pada perkembangan remaja.
Menurut Wahyurini (2003 : 2) manfaat menjalin persahabatan dengan teman sebaya yaitu sebagai berikut :
b.Bisanya dengan teman dekat seseorang dapat berbicara terbuka dan jujur. Hal ini memberikan kemampuan untuk peka pada kekuatan, kelemahan, kebutuhan, dan keinginan orang lain. Persahabatan memungkinkan seseorang untuk saling berbagi dalam banyak hal, termasuk persoalan yang bersifat pribadi. Persahabatan dapat memberikan kesempatan bagi seseorang untuk menggali dan mengenali diri sendiri.
c.Kepekaan karena persahabatan akan meningkatkan rasa empati atau dapat merasakan apa yang dirasakan orang lain. Kebersamaan dengan teman menjadikan kita akan merasa memperoleh dukungan, termasuk saat sedang bermasalah atau mengalami stres.
d.Sikap positif yang ada pada teman seperti disiplin, rajin belajar, patuh pada orang tua, bisa ditiru dan diikuti.

Sedangkan hal-hal negatif yang ditimbulkan akibat pergaulan dengan teman sebaya menurut Wahyurini (2003 : 2) adalah sebagai berikut :
a.Karena ingin diakui atau diterima, seseorang kadang melakukan hal-hal yang kurang pas. Karena takut dibilang aneh, walau salah teman sebaya lebih menerima pendapat teman dari pada pendapat sendiri.
b.Seseorang juga bisa termakan tren atau gaya yang sedang berkembang, misalnya mengikuti gaya hidup teman meskipun kita tidak mampu.
c.Karena terlalu sering bersama-sama dengan teman, kita tidak punya waktu untuk belajar atau membantu orang tua.
d.Ingin mencoba-coba yang dilakukan oleh salah seorang diantara teman, misalnya merokok, minuman beralkohol, memakai narkoba, dan seks bebas.

Sejumlah ahli teori lain menekankan pengaruh negatif dari teman sebaya terhadap perkembangan anak-anak dan remaja. Bagi sebagian remaja, ditolak atau diabaikan oleh teman sebaya, menyebabkan munculnya perasaan kesepian atau permusuhan. Sejumlah ahli teori juga telah menjelaskan budaya teman sebaya remaja merupakan suatu bentuk kejahatan yang merusak nilai-nilai dan kontrol orang tua. Lebih dari itu, teman sebaya dapat memperkenalkan remaja pada alkohol, obat-obatan (narkoba), kenakalan, dan berbagai bentuk perilaku yang dipandang orang dewasa sebagai mal adaptif (Santrock dalam Samsunuwiyati, 2005 : 221).
J.Penelitian yang relevan
Beberapa penelitian yang relevan dengan judul proposal penelitian ini adalah sebagai berikut antara lain sebagai berikut :
1.Penelitian yang dilakukan oleh Rita Damayanti dengan judul Peran Biopsikososial Terhadap Perilaku Beresiko Tertular HIV pada Remaja SLTA di DKI Jakarta, 2006 yang menyimpulkan bahwa dalam proses pendewasaan, pengaruh keluarga telah bergeser menjadi pengaruh teman sebaya.
2.Penelitian tentang Peranan hubungan teman sebaya dalam perkembangan kompetensi sosial anak oleh Didi Tarsadi Menyimpulkan bahwa hubungan dengan teman sebaya tampak mempunyai berbagai macam fungsi, yang banyak di antaranya dapat memfasilitasi proses belajar dan perkembangan anak.
K.Hipotesis
Berdasarkan uraian di atas, maka hipotesis penelitian ini adalah : “Ada pengaruh yang signifikan antara pergaulan teman sebaya dengan perilaku sisiwa SLTP Negeri I Wakorumba Selatan”
Secara statistik hipotesis di atas dapat dirumuskan sebagai berikut :
Ho : p = 0
Ha : p > 0
Dimana :
Ho = Tidak ada pengaruh yang signifikan antara pergaulan teman sebaya dengan perilaku siswa SLTP Negeri I Wakorumba Selatan.
Ha = Ada pengaruh yang signifikan antara pergaulan teman sebaya dengan perilaku siswa SLTP Negeri I Wakorumba Selatan.



BAB III
METODE PENELITIAN


A. Tempat dan Waktu Penelitian
Penelitian ini akan dilaksanakan pada bulan Oktober 2008 di SLTP Negeri I Wakorumba Selatan.
B Jenis Penelitian
Penelitian ini bersifat ex post facto yang digunakan untuk mengetahui gejala-gejala yang terjadi pada diri responden. Sugiyono dalam Riduwan (1999 : 50) mengemukakan bahwa “penelitian ex post facto adalah suatu penelitian yang dilakukan untuk meneliti peristiwa yang telah terjadi dan kemudian melihat kebelakang untuk mengetahui faktor-faktor yang dapat menimbulkan kejadian tersebut”. Lebih lanjut dikatakan penelitian ini menggunakan logika dasar yang sama dengan penelitian eksperimen yaitu jika X, maka Y, hanya saja penelitian ini tidak dapat memanipulasi langsung terhadap variabel bebas (independen)
C Variabel Penelitian
Variabel yang digunakan dalam penelitian ini terdiri dari variabel bebas dan variabel terikat. Variabel bebas yang disimbolkan dengan X adalah teman sebaya, sedangkan variabel terikat yang disimbolkan dengan Y adalah prilaku siswa pada SLTP Negeri I Wakorumba Selatan
Desain penelitian yang dimaksudkan untuk mengetahui pengaruh kedua variabel tersebut, dan dapat dituliskan sebagai berikut :
X Y
B.Defenisi Operasional
Untuk memudahkan memahami variabel dalam penelitian ini, maka perlu didefenisikan secara operasional.
a.Teman sebaya adalah interaksi individu remaja di SLTP Neg. I Wakorumba Selatan dengan tingkat usia relatif sama yang melibatkan keakraban yang lebih besar diantara induvidu.
b.Perilaku adalah tindakan yang dilakukan oleh individu sebagai akibat dari aktualisasi seseorang atau kelompok terhadap suatu situasi dan kondisi lingkungan
C.Populasi dan Sampel
1.Populasi
Populasi penelitian ini adalah siswa kelas II SLTP Negeri I Wakorumba Selatan dengan jumlah 78 orang. Kelas II terdiri dari tiga ruangan kelas dengan jumlah masing-masing kelas sebagai berikut : kelas IIa dengan jumlah siswa 28 orang, IIb dengan jumlah siswa 26 orang dan kelas IIc berjumlah 24 orang.


2.Sampel
Penarikan sampel pad penelitian ini mengacu pada pendapat Arikunto (1998 : 120) yang mengatakan bahwa jika jumlah subjek kurang dari 100 maka sebaiknya diambil semuanya, dan jika jumlah subjeknya lebih dari 100, maka sampel penelitian diambil 10 – 15 % atau 20 – 25.Berdasarkan teori ini maka saya mengambil keseluruhan populasi sebagai sampel.

D.Tehnik Pengumpulan Data

Tehnik pengumpulan data yang digunakan dalam penelitian ini adalah sebagai berikut :
1.Angket yaitu pemberian sejumlah pertanyaan kepada responden (sisiwa) untuk mengetahui pengaruh teman sebaya terhadap perilaku siswa di sekolah.
2.Observasi
Observasi digunakan untuk mengamati secara langsung kegiatan-kegiatan siswa sehubungan dengan pengaruh pergaulan teman sebaya terhadap perilaku siswa.
E.Tehnik Analisis Data
Data yang diperoleh dianalisis dengan menggunakan statistik deskriptif dan statistik inferensial.


1.Analisis Deskriptif
Langkah-langkah yang dilakukan untuk mengolah data hasil belajar siswa sebagai berikut :
a.Menentukan nilai rata-rata tes hasil belajar, dengan rumus :
= (Sudjana, 2002 : 67).
b.Menentukan variansi dengan rumus :
(Sudjana, 2002: 70).
c.Menentukan simpangan baku :
(Sudjana, 2002 : 93)

2.Analisis Inferensial
Untuk mengetahui pengaruh teman sebaya terhadap perilaku siswa dilakukan analisis regresi sederhana, dengan rumus sebgai berikut :
Ŷ = a + bX (Riduwan,2004 : 148)
Dimana :
Ŷ = (baca y topi) subjek variabel terikat yang diproyeksikan
X = variabel bebas yang mempunyai nilai tertentu untuk diprediksikan
a = nilai konstant harga Y jikaa X = 0
b = nilai arah sebagai penentu ramalan (prediksi) yang menunjukan nilai peningkatan (+) atau nilai penurunan (-) variabel Y

Untuk mengetahui nilai a dan b maaka di gunakaan rumus sebagai berikut:
b = a =
Sementara itu langkah-langkah untuk menjawab regresi sederhana adalah :
Langkah 1 : Membuat Ha dan Ho dalam bentuk kalimat
Langkah 2 : membuat Ha dan Ho dalam bentuk statistic
Langkah 3 : membuat tabel penolong untuk menghitung angka statistik
Langkah 4 : Masukan angka-angka statistik dengan tabel penolong dengan rumus
b = a =
Langkah 5 : mencari jumlah kuadrat regresi (JK reg(a)), dengan rumus
JKreg(a) =
Langkah 6 : Mencari jumlah kuadrat regresi (JK reg (b/a)), dengan rumus
JK reg (b/a) = b.
Langkaah 7 : Mencari jumlah kuadrat residu (JK res) dengan rumus
JK res = JKreg (b/a) –JK reg (a)
Langkah 8 : Mencri rata-rata jumlah kuadrat Regresi (RJK reg (a)) dengan rumus
RJK reg (a) = JKreg (a)

Langkah 9 : Mencri rata-rat jumlah kuaadrat regresi (RJK reg (b/a)) dengan rumus
RJK reg (b/a) = JK reg (b/a)
Langkah 10 : Mencari rata-rata jumlah kuadrat residu (RJK res) dengan rumus
RJK res =
Langkah 11 : Menguji signifikansi dengan rumus :
Fhitung =
Kaidah pengujin signifikansi :
Jika Fhitung ≥ Ftabel, maka tolak Ho artinya signifikan
Fhitung ≤ Ftabel maka terima Ho artinya tidak signifikan.
Dengan taraf signifikan : = 0,01 atau = 0,05
Mencari nilai Ftabel dengan menggunakn tabel F dengan rumus :
F tabel = F
Langkah 12 : Membuat kesimpulan
(Riduwan, 2004 : 149)
Posted by HASMAN, S. Pd. at 10:17 PM

Tidak ada komentar:

Posting Komentar